SEPUTAR ZAKAT
Hikmah Dibalik
Zakat
Ada banyak hikmah yang terkandung dengan diwajibkannya
zakat:
Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang
tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup,
sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.
Karena zakat merupakan merupakan hak bagi mustahik, maka
berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama golongan fakir
dan miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada
Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri,
dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat
golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan
sekadar memenuhi kebutuhan konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi
memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan
atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
Sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniya yang
berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk
berjuang di jalan Allah SWT, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk
berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Allah berfirman dalam
surat Al-Baqarah ayat 273:
“Kepada orang-orang fakir yang terikat di jalan
Allah; mereka tidak dapat di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka
orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan
melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan , maka sesungguhnya Allah Maha
Mengatahui.”
Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana pendidikan,
kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat
tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara bathil. Zakat
mendorong pula ummat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
Dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat, zakat
merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Zakat yang
dikelola dengan baik, dimungkinkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi
sekaligus pemerataan pendapatan. Monzer Kahf menyatakan bahwa zakat dan
sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter, dan
bahwa sebagai akibat dari zakat, harta akan selalu beredar.
Zakat, menurut Mustaq Ahmad, adalah sumber utama kas negara
sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al
Qur’an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan,
dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan
mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi yang
komprehensif untuk distribusi harta, karena hal ini menyangkut harta setiap
muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab.
Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara
tegas dilarang Allah SWT, sebagaimana firman-Nya : “…agar harta
itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (QS.
Al Hasyr, 59:7).
Subyek Zakat
Setiap individu
yang ingin membayar zakat,
harus mengetahui syarat wajib zakat
sebelum membuat taksiran dan mengeluarkan zakatnya. Adapun syarat-syarat
tersebut adalah:
1.
Muslim
Hanya
diwajibkan bagi orang muslim
2. Milik
Penuh-Sempurna
Harta
tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil
manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan
yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti usaha, warisan, pemberian negara
atau orang lain dan cara-cara yang sah.
Sedangkan
apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut
tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara
dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
3.
Berkembang (An Namaa’)
Harta
yang berkembang artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila
diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. Misalnya pertanian,
perdagangan, ternak, emas, perak, uang dan lain-lain.
Pengertian
berkembang menurut bahasa sekarang adalah bahwa sifat kekayaan (harta) itu
dapat memberikan keuntungan atau pendapatan lain sesuai dengan istilah ekonomi.
4. Cukup Nishab
4. Cukup Nishab
Nishab
Artinya harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan
syara’. Sedang harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari zakat.
5. Lebih
Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Asasiyah)
Kebutuhan
pokok itu adalah kebutuhan minimal yang diperlukan untuk kelestarian hidup.
Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka yang bersangkutan
tidak dapat hidup dengan baik (layak), seperti belanja sehari-hari, pakaian,
rumah, perabot rumah tangga, kesehatan, pendidikan, transportas, dll. Atau
segala sesuatu yang termasuk kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum
(KHM).
6. Bebas
dari Hutang
Orang
yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi jumlah senishab yang harus
dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengelurkan zakat), maka harta tersebut
terbebas dari zakat.
Sebab zakat hanya diwajibkan bagi orang
kaya atau mampu, sedang orang yang mempunyai hutang tidaklah termasuk orang
kaya, oleh karena itu perlu menyelesaikan hutang-hutangnya terlebih dahulu.
Zakat diwajibkan untuk menyantuni
orang-orang yang sedang dalam kesulitan, sedang orang yang mempunyai hutang
adalah orang yang sedang berada dalam kesulitan yang sama atau mungkin lebih
parah kondisinya dari fakir miskin.
7.
Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya
adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah berlalu masanya selama dua belas
bulan Qomariyyah. Persyaratan satu tahun ini hanya berlaku bagi ternak, uang,
harta benda yang diperdagangkan, dll. Tapi hasil pertanian, buah-buahan, rikaz
(barang temuan), dan lain lain yang sejenis tidaklah dipersyaratkan satu tahun.
Syarat Syarat
Wajib Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam,
dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu
hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori
ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan
paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan
ummat manusia.
Salah
satu pilar penting Islam adalah zakat,
karena ia bukan semata ibadah yang berdimensi individual namun juga sosial. Ia
merupakan instrumen penting pemerataan pendapatan, jika zakat dikelola dengan baik dan
profesional. Karena dengan zakat,
harta akan beredar dan tidak berakumulasi di satu tangan orang-orang kaya
(Al-Hasyr: 7) Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka
adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar
di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.
Kewajiban
mengeluarkan zakat disebutkan
sebanyak 36 kali dalam Al-Quran, dua puluh kali diantaranya digandengkan dengan
kewajiban menunaikan shalat. Secara kebahasaan, zakat berasal dari kata zaka yang berarti tumbuh
dan berkembang. Bisa juga zakat itu
berarti suci, bertambah, berkah, dan terpuji. Secara terminologi, zakat berarti: Sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak, di
samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri (Hukum Zakat: Dr. Yusuf Al-Qaradhawi,
Litera Antar Nusa dan Mizan, 1996).
Zakat merupakan sarana paling tepat dan
paling utama untuk meminimalisir kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin,
sebagai satu bentuk sikap dari saling membantu (takaful) dan solidaritas di
dalam Islam (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dr. Wahbah Zuhaili, Daarul Fikr,
jilid II, hal.732).
Diantara
hikmah zakat menurut
Al-Qaradhawi adalah sebagai bentuk pembersihan dan penyucian, baik material
maupun spiritual, bagi pribadi orang kaya dan jiwanya, atau bagi harta dan
kekayaannya (Hukum Zakat,
hal 848). Zakat adalah
refleksi keimanan seseorang kepada Allah swt. dan sebagai ungkapan syukur atas
nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya (Ibrahim: 7).
Ia juga
menjadi sarana penolong dan pembantu bagi para mustahiq ke arah kehidupan yang
lebih baik dan sebagai pilar amal bersama antara pejuang yang tidak mampu
dengan orang-orang kaya (Al-Baqarah : 278). Surat Al Baqarah Ayat 278: Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.
Zakat merupakan sumber dana bagi
pembangunan sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh umat Islam. Seperti
sarana ibadah, pendidikan, kesehatan maupun sosial dan ekonomi kaum muslimin.
Dalam zakat terdapat
dimensi sosialisasi cara berbisnis yang benar. Sebab, zakat bukanlah memberikan harta
yang kotor, akan tetapi mengeluarkan harta hak orang lain dari harta kita yang
kita usahakan dan peroleh dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan dan
hukum Allah (Al-Baqarah: 267).
Surat Al
Baqarah Ayat 267: Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Dalam zakat ada indikasi bahwa Islam
mendorong umatnya untuk bekerja keras mendapatkan harta. Sebab, hanya mereka
yang memiliki harta yang bisa mengeluarkan zakat. Zakat yang
dikelola dengan baik akan mampu membuka lapangan kerja dan usaha yang luas
sekaligus penguasaan aset-aset umat Islam (Zakat dalam Perekonomian Modern, Dr. Didin
Hafidhuddin, Gema Insana Press, 2002).
Dalam
pandangan Al-Qardhawi, zakat merupakan
ibadah maliyah ijtimaiyyah, yaitu ibadah di bidang harta benda yang memiliki
fungsi strategis, penting, dan menentukan dalam membangun kesejahteraan
masyakarat. Zakat akan
melahirkan dermawan yang suka memberi, bukan sosok yang menggerogoti. Seorang
muzakki akan terhindar dari sifat kikir yang merupakan “virus ganas” dan
penghambat paling utama lahirnya kesejahteraan masyarakat.
Zakat akan menjadi obat paling mujarab
untuk tidak menjadi hamba dunia dalam kadar yang melewati batas. Ia akan
mengingatkan kita bahwa harta itu adalah sarana dan bukan tujuan hidup kita.
Para
muzakki akan memiliki kekayaan batin yang sangat tinggi, sehingga dia akan
menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia yang suka meringankan beban orang
lain, yang memiliki kedalaman cinta pada sesama dan simpati pada manusia.
Tentunya, zakat pasti
akan membuat harta kita berkembang dan penuh berkah.
Bagi si
penerima (mustahiq), zakat memiliki
arti yang penting. Karena dengan zakat,
dia menjadi terbebas dari kesulitan-kesulitan ekonomi yang sering kali menjerat
langkah dan geraknya. Dengan zakat,
akan muncul rasa persaudaraan yang semakin kuat dari mereka yang menerima.
Sebab, mereka merasa “diakui” sebagai bagian dari “keluarga besar” kaum
muslimin yang tidak luput dari mata kepedulian kaum muslimin lain, yang Allah
beri karunia berupa harta.
Dengan
demikian, tidak akan muncul sifat dengki dan benci yang mungkin saja muncul
jika orang yang kaya menjelma menjadi sosok apatis dan tidak peduli kepada
orang-orang yang secara ekonomis tidak beruntung. Ini adalah praktik langsung
dari apa yang Rasulullah saw. sabdakan, “bahwa seorang muslim adalah saudara
bagi muslim lainnya” (HR. Bukhari-Muslim)
Tak ada
yang menyangkal bahwa zakat memiliki dampak sosial yang sangat penting dan akan
mampu menjadikan masyarakat terberdayakan. Karena zakat merupakan salah satu
bagian dari aturan Islam yang tidak dikenal di Barat, kecuali dalam lingkup
yang sempit, yaitu jaminan pekerjaan. Jaminan pekerjaan dengan menolong
kelompok orang yang lemah dan fakir.
Zakat
bukan hanya memberikan jaminan kepada orang-orang miskin kaum muslimin, namun
ia juga bisa disalurkan kepada semua warga negara apa saja yang berada di bawah
naungan Islam. Seperti yang pernah terjadi pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab. Saat itu, zakat diberikan oleh Umar kepada orang-orang Yahudi yang
meminta-minta dan berkeliling dari pintu ke pintu. Umar memerintahkan agar
dipenuhi kebutuhannya dengan mengambil dari Baitul Mal kaum muslimin (Hukum
Zakat: 880).
Dengan
zakat, akan lahir manusia-manusia mandiri, manusia-manusia suka bekerja, dan
tidak suka meminta-minta. Zakat akan mempersempit kelompok manusia miskin dan
akan menumbuhkan gairah manusia untuk menjadi muzakki dan bukan mustahiq.
Kesadaran untuk berzakat, akan mendorong setiap muslim bekerja dalam batas
optimal, dan akan memposisikan diri sebagai “sumber kebaikan” bagi yang lain.
Munculnya
lembaga-lembaga zakat profesional di Indonesia saat ini, telah memberikan
harapan besar bagi usaha pemerataan distribusi harta kekayaan dan
meminimalisasi kemiskinan dan penderitaan yang banyak diderita masyarakat.
Munculnya Dompet Dhuafa’ (DD) Republika, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU),
Dompet Sosial Ummul Qura (DSUQ), Baitula Maal Muamalat telah terbukti
memberikan seberkas cahaya penyelamatan berarti untuk beberapa orang tak mampu.
DD
misalnya telah berhasil membuka klinik LKC (Layanan Kesehatan Cuma-Cuma) yang
dananya dihimpun dari dana zakat,
infak, dan
sedekah. Di samping itu, ia juga telah berhasil memberikan dana pendidikan
melalui beasiswa bagi siswa-siswa SMP Ekselesinsia.
Harapan
pemberdayaan dan keberdayaan ini akan semakin cerah dan terbuka, jika kita umat
Islam semakin sadar untuk mengeluarkan zakat.
Bulan Ramadhan kali ini, merupakan saat yang tepat untuk melipatgandakan
kesadaran itu. Semoga kita berhasil. Amien.
Setiap
individu yang ingin membayar zakat harus
di ambil kira syarat wajib zakat yang
perlu difahami dan dipenuhi sebelum membuat taksiran. Syarat-syarat tersebut
ialah:
- ISLAM-Zakat hanya dikenakan kepada
orang-orang Islam sahaja.
-
MERDEKA-Syarat ini tetap dikekalkan sebagai salah satu syarat wajib.
-
SEMPURNA MILIK-Harta yang hendak dizakat hendaklah dimiliki dan dikawal
sepenuhnya oleh orang Islam yang merdeka. Bagi harta yang berkongsi antara
orang Islam dengan orang bukan Islam, hanya bahagian orang Islam sahaja yang
diambil kira di dalam pengiraan zakat.
- HASIL
USAHA YANG BAIK SEBAGAI SUMBER ZAKAT-Para
Fuqaha’ merangkumi semua pendapatan dan penggajian sebagai “Mal Mustafad” iaitu
perolehan baru yang termasuk dalam taksiran sumber harta yang dikenakan zakat.
- CUKUP
NISAB-Nisab adalah paras minimum yang menentukan sesuatu harta itu wajib
dikeluarkan atau tidak. Nisab menggunakan nilai emas harga semasa iaitu 20
misqal emas bersamaan 85 gram emas atau 196 gram perak.
- CUKUP
HAUL-Bermaksud genap setahun yaitu selama 354 hari mengikut tahun Hijrah atau
365 hari mengikut tahun Masihi. Dalam zakat pendapatan,
jangka masa setahun merupakan jangkamasa mempersatukan hasil-hasil pendapatan
untuk pengiraan zakat pendapatan.
(Sumber:
Dompet Dhuafa)
0 Komentar