Kemuliaan Dan Keutamaan Aisyah
Beliau adalah Ummul
Mukminin Ummu Abdillah Aisyah binti Abu Bakr, Shiddiqah binti Shiddiqul Akbar,
istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lahir empat
tahun setelah diangkatnya Muhammad menjadi seorang Nabi. Ibu beliau bernama
Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams bin Kinanah yang meninggal
dunia pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup yaitu
tepatnya pada tahun ke-6 H.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah dua tahun sebelum hijrah melalui
sebuah ikatan suci yang mengukuhkan gelar Aisyah menjadi ummul mukminin,
tatkala itu Aisyah masih berumur enam tahun. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam membangun rumah tangga dengannya setelah berhijrah, tepatnya pada
bulan Syawwal tahun ke-2 Hijriah dan ia sudah berumur sembilan tahun.
Aisyah menceritakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku pasca meninggalnya
Khadijah sedang aku masih berumur enam tahun, dan aku dipertemukan dengan
Beliau tatkala aku berumur sembilan tahun. Para wanita datang kepadaku padahal
aku sedang asyik bermain ayunan dan rambutku terurai panjang, lalu mereka
menghiasiku dan mempertemukan aku dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Lihat Abu Dawud: 9435).
Kemudian biduk
rumah tangga itu berlangsung dalam suka dan duka selama 8 tahun 5 bulan, hingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia pada tahun 11 H.
Sedang Aisyah baru berumur 18 tahun.
Aisyah adalah
seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil
dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas
yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkannya untuk menjaid pendamping
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengemban amanah risalah yang
akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau. Suatu hari Jibril
memperlihatkan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) gambar Aisyah
pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan,
“Ia adalah calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi
(3880), lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3041))
Selain menjadi
seorang pendamping setiap yang selalu siap memberi dorongan dan motivasi kepada
suami tercinta di tengah beratnya medan dakwah dan permusuhan dari kaumnya,
Aisyah juga tampil menjadi seorang penuntut ilmu yang senantiasa belajar dalam
madrasah nubuwwah di mana beliau menimba ilmu langsung dari sumbernya. Beliau
tercatat termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadits dan memiliki keunggulan
dalam berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu fikih, kesehatan, dan syair Arab.
Setidaknya sebanyak 1.210 hadits yang beliau riwayatkan telah disepakati oleh
Imam Bukhari dan Muslim dan 174 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam
Bukhari serta 54 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sehingga
pembesar para sahabat kibar tatkala mereka mendapatkan permasalahan mereka
datang dan merujuk kepada Ibunda Aisyah.
Kedudukan Aisyah di Sisi Rasulullah
Suatu hari
orang-orang Habasyah masuk masjid dan menunjukkan atraksi permainan di dalam
masjid, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Aisyah, “Wahai
Humaira, apakah engkau mau melihat mereka?” Aisyah menjawab, “Iya.” Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu, lalu aku datang dan aku
letakkan daguku pada pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku
tempelkan wajahku pada pipi beliau.” Lalu ia mengatakan, “Di antara perkataan
mereka tatkala itu adalah, ‘Abul Qasim adalah seorang yang baik’.” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Apakah sudah cukup wahai
Aisyah?” Ia menjawab: “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah.” Maka beliau pun
tetap berdiri. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi lagi
pertanyaannya, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Namun, Aisyah tetap menjawab,
“Jangan terburu-buru wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aisyah
mengatakan, “Sebenarnya bukan karena aku senang melihat permainan mereka,
tetapi aku hanya ingin memperlihatkan kepada para wanita bagaimana kedudukan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapku dan kedudukanku terhadapnya.”
(HR. An-Nasa’i (5/307), lihat Ash Shahihah (3277))
Canda Nabi kepada Aisyah
Aisyah bercerita,
“Suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang untuk menemuiku
sedang aku tengah bermain-main dengan gadis-gadis kecil.” Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Apa ini wahai Aisyah.” Lalu
aku katakan, “Itu adalah kuda Nabi Sulaiman yang memiliki sayap.” Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa. (HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat
(8/68), lihat Shahih Ibnu Hibban (13/174))
Suatu hari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah dan Aisyah
menang. Aisyah bercerita, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari dan
mendahuluiku (namun aku mengejarnya) hingga aku mendahuluinya. Tetapi, tatkala
badanku gemuk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak lomba lari lagi
namun beliau mendahului, kemudian beliau mengatakan, “Wahai Aisyah, ini adalah
balasan atas kekalahanku yang dahulu’.” (HR. Thabrani dalam Mu’jamul Kabir
23/47), lihat Al-Misykah (2.238))
Keutamaan-keutamaan Aisyah
Banyak sekali
keutamaan yang dimiliki oleh Ibunda Aisyah, sampai-sampai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam sabdanya:
“Orang yang mulia
dari kalangan laki-laki banyak, namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah
Maryam binti Imron dan Asiyah istri Fir’aun, dan keutamaan Aisyah atas semua
wanita sepeerti keutamaan tsarid atas segala makanan.” (HR. Bukhari (5/2067)
dan Muslim (2431))
Beberapa kemuliaan
itu di antaranya:
Pertama: Beliau adalah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi tatkala gadis, berbeda dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain karena mereka dinikahi tatkala janda.
Pertama: Beliau adalah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi tatkala gadis, berbeda dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain karena mereka dinikahi tatkala janda.
Aisyah sendiri
pernah mengatakan, “Aku telah diberi sembilan perkara yang
tidak diberikan kepada seorang pun setelah Maryam. Jibril telah menunjukkan
gambarku tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintah untuk
menikahiku, beliau menikahiku tatkala aku masih gadis dan tidaklah beliau
menikahi seorang gadis kecuali diriku, beliau meninggal dunia sedang kepalanya
berada dalam dekapanku serta beliau dikuburkan di rumahku, para malaikat
menaungi rumahku, Al-Quran turun sedang aku dan beliau berada dalam satu
selimut, aku adalah putri kekasih dan sahabat terdekatnya, pembelaan kesucianku
turun dari atas langit, aku dilhairkan dari dua orang tua yang baik, aku
dijanjikan dengna ampunan dan rezeki yang mulia.” (Lihat al-Hujjah Fi Bayan
Mahajjah (2/398))
Kedua: Beliau adalah orang yang paling dicintai oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan wanita.
Suatu ketika Amr
bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab,
“Aisyah.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr. Beliau menjawab, “Bapaknya.”
(HR. Bukhari (3662) dan Muslim (2384))
Maka pantaskah kita
membenci apalagi mencela orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam?!! Mencela Aisyah berarti mencela, menyakiti hati, dan
mencoreng kehormatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Na’udzubillah.
Ketiga: Aisyah adalah wanita yang paling alim
daripada wanita lainnya.
Berkata az-Zuhri,
“Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengna ilmu seluruh para wanita lain, maka
ilmu Aisyah lebih utama.” (Lihat Al-Mustadrak Imam Hakim (4/11))
Berkata Atha’,
“Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah
pendapat yang paling membawa kemaslahatan untuk umum.” (Lihat al-Mustadrok Imam
Hakim (4/11))
Berkata Ibnu Abdil
Barr, “Aisyah adalah satu-satunya wanita di zamannya yang memiliki kelebihan
dalam tiga bidang ilmu: ilmu fiqih, ilmu kesehetan, dan ilmu syair.”
Keempat: Para pembesar sahabat apabila menjumpai
ketidakpahaman dalam masalah agama, maka mereka datang kepada Aisyah dan
menanyakannya hingga Aisyah menyebutkan jawabannya.
Berkata Abu Musa al-Asy’ari,
“Tidaklah kami kebingungan tentang suatu hadits lalu kami bertanya kepada
Aisyah, kecuali kami mendapatkan jawaban dari sisinya.” (Lihat Shahih Sunan
at-Tirmidzi (3044))
Kelima: Tatkala istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengna kehidupan apa adanya, atau diceraikan dan akan mendapatkan dunia, maka
Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bagaimanapun kondisi beliau sehingga istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain mengikuti pilihan-pilihannya.
Keenam: Syari’at tayammum disyari’atkan karena sebab
beliau, yaitu tatkala manusia mencarikan kalungnya yang hilang di suatu tempat
hingga datang waktu Shalat namun mereka tidak menjumpai air hingga
disyari’atkanlah tayammum.
Berkata Usaid bin
Khudair, “Itu adalah awal keberkahan bagi kalian wahai keluarga Abu Bakr.” (HR.
Bukhari (334))
Ketujuh: Aisyah adalah wanita yang dibela kesuciannya
dari langit ketujuh.
Prahara tuduhan
zina yang dilontarkan orang-orang munafik untuk menjatuhkan martabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat istri beliau telah tumbang dengan turunnya
16 ayat secara berurutan yang akan senantiasa dibaca hingga hari kiamat. Allah
Subhanahu wa Ta’ala mempersaksikan kesucian Aisyah dan menjanjikannya dengan
ampunan dan rezeki yang baik.
Namun, karena
ketawadhu’annya (kerendahan hatinya), Aisyah mengatakan, “Sesungguhnya perkara
yang menimpaku atas diriku itu lebih hina bila sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman tetnangku melalui wahyu yang akan senantiasa dibaca.” (HR. Bukhari
(4141))
Oleh karenanya,
apabila Masruq meriwayatkan hadits dari Aisyah, beliau selalu mengatakan,
“Telah bercerita kepadaku Shiddiqoh binti Shiddiq, wanita yang suci dan
disucikan.”
Kedelapan: Barang siapa yang menuduh beliau telah
berzina maka dia kafir, karena Al-Quran telah turun dan menyucikan dirinya,
berbeda dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.
Kesembilan: Dengan sebab beliau Allah Subhanahu wa Ta’ala
mensyari’atkan hukuman cambuk bagi orang yang menuduh wanita muhShanat (yang menjaga
diri) berzina, tanpa bukti yang dibenarkan syari’at.
Kesepuluh: Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sakit, Beliau memilih tinggal di rumah Aisyah dan akhirnya Beliau pun
meninggal dunia dalam dekapan Aisyah.
Berkata Abu Wafa’
Ibnu Aqil, “Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih
untuk tinggal di rumah Aisyah tatkala sakit dan memilih bapaknya (Abu Bakr)
untuk menggantikannya mengimami manusia, namun mengapa keutamaan agung semacam
ini bisa terlupakan oleh hati orang-orang Rafidhah padahal hampir-hampir saja
keutamaan ini tidak luput sampaipun oleh binatang, bagaimana dengan mereka…?!!”
Aisyah meninggal
dunia di Madinah malam selasa tanggal 17 Ramadhan 57 H, pada masa pemerintahan
Muawiyah, di usianya yang ke 65 tahun, setelah berwasiat untuk dishalati oleh
Abu Hurairah dan dikuburkan di pekuburan Baqi pada malam itu juga. Semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala meridhai Aisyah dan menempatkan beliau pada kedudukan yang
tinggi di sisi Rabb-Nya. Aamiin.
Wallahu A’lam.
Sumber: Majalah
Al-Furqon, Edisi 06 Tahun kiadhan 1427 H / Oktober 2006/muslimah.or.id
0 Komentar