Buruh Gendong Pasar Beringharjo
Menyapa Parinem, Satu dari 250 Buruh Gendong Pasar
Beringharjo Yogya
Seorang perempuan menggendong puluhan tambir berdiri persis di tangga masuk sebelah timur Pasar Beringharjo Yogyakarta. Ia tampak menoleh ke kanan dan ke kiri mencari pemilik tambir yang dibawanya.
Tak lama berselang seorang pria paruh baya berkaus merah dan seorang perempuan turun dari lantai II Pasar Beringharjo. Perempuan penggendong tambir itu langsung menyapa keduanya, rupanya kedua orang itu ialah si pemilik tambir, nampan dari anyaman bambu.
Perempuan penggendong puluhan tambir itu ialah Parinem (52), buruh gendong asal Kulon Progo yang saban hari mangkal di Pasar Beringharjo. Setelah bertemu dengan orang yang dicari, ia memindahkan tambir itu dari gendongan ke kendaraan si pemilik.
"Oh tadi ngangkut tambir dari lantai III (Pasar Beringharjo)," ucap Parinem saat ditemui detikcom usai mengantarkan puluhan tambir kepada pemiliknya di lantai I Pasar Beringharjo
Sebaggai buruh gendong, Parinem pastinya tidak hanya menyediakan jasa gendong tambir. Dia menyediakan diri untuk menggendong seluruh jenis barang dagangan apapun yang membutuhkan jasa angkut.
"Pokoknya segala macam (barang), wong buruh gendong semua (barang) saya bawa. Karena saya kan buruh gendong, jadi kalau ada orang menyuruh ngangkut apa saja yang perlu saya gendong ya tak gendong," tuturnya.
Parinem sudah menjalani profesi sebagai buruh gendong sejak 1983 silam. Berbekal selendang lurik sepanjang dua meter dengan lebar 45 cemtimeter, ia mengikuti jejak nenek dan ibunya yang dulu juga menjadi buruh gendong di Beringharjo.
Buruh gendong di Pasar Beringharjo, termasuk Parinem, memang tidak mengangkut barang dagangan menggunakan tangan kosong. Mereka memakai selendang lebar yang difungsikan sebagai pengikat barang di punggungnya.
Menurut Parinem, ada sekitar 250 buruh gendong yang masih eksis di Pasar Beringharjo. Sebagai buruh gendong, jasa mereka baru terpakai apabila ada pedagang atau pembeli yang membutuhkan jasa angkut barang ke dalam dan ke luar pasar.
Sebagai buruh gendong, upah yang didapat Parinem dan buruh gendong lainnya tidak menentu. Terkadang mereka bisa membawa uang puluhan ribu rupiah per hari, namun tak jarang mereka tak menerima order angkut barang satupun.
"Kalau saya ongkos gendong tidak pernah mematok, seikhlasnya yang ngasih. Kalau tadi (saat menggendongkan tambir) saya dikasih Rp 20 ribu. Pokoknya seikhlasnya sana, ada juga yang ngasih Rp 5 ribu, Rp 2 ribu," sebutnya.
Meski penghasilannya tak menentu, namun Parinem tetap menekuni profesinya itu. Ia bersama rekan-rekannya dari Kulon Progo berangkat ke Pasar Beringharjo menggunakan bus rutin saban harinya setiap jam 06.30 WIB.
"Kalau saya (gendong) sampai jam 16.00 WIB, itu sudah turun (pulang) dari pasar ikut bus rombongan. Ada tiga bus, saya itu ikut bus yang berangkat (ke Kulon Progo) jam 16.00 WIB. Ada bus jam 16.30 WIB, ada yang jam 16.00 WIB kurang sedikit," paparnya.
Parinem tak pernah bosan dengan aktivitas yang dijalaninya tersebut, juga tidak pernah terpikir olehnya untuk beralih profesi. Ia tetap menjalani profesinya dengan tekun kendati jasa gendong yang ditawarkannya menguras tenaga.
"Dulu ada yang nawari jualan, tapi saya nggak. Ya nanti kalau jualannya lancar bisa kulakan (cari dagangan), kalau nggak?" kata ibu satu anak yang sehari bisa menggendong barang dagangan hingga sepuluh kali tersebut.
Ketua Yayasan Annisa Swasti (Yasanti), Istiatun, menjelaskan buruh gendong di Pasar Beringharjo mayoritas ialah warga Kulon Progo. Sisanya berasal dari daerah lain seperti Bantul, Gunungkidul, Boyolali, bahkan Sukoharjo.
"Paling banyak dari Kulon Progo, kemudian Gunungkidul sedikit, Bantul. Terus ada juga dari Boyolali sedikit, Sukoharjo juga ada tapi sedikit, ada enam atau lima begitu," kata ketua LSM yang selama ini mendampingi buruh gendong di Beringharjo itu.
Buruh gendong Pasar Beringharjo juga mengikuti program mengaji
Buruh gendong Pasar Beringharjo juga mengikuti program mengaji di Sentong Endong-endong, Pasar Beringharjo, Yogyakarta
Setiap Jumat usai Dzuhur buruh gendong mengikuti program
mengaji bersama. Setiap buruh gendong memiliki buku perkembangan mengaji, dan
dipandu oleh ustazah.
(Dari berbagai sumber)
0 Komentar