Kebanyakan orang mem­beri per­hatian besar ter­hadap amalan-amalan dzohir. Kita dapati sebagian orang benar-benar ber­usaha untuk bisa sholat seba­gaimana sholat­nya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka seluruh gerakan-gerakan sholat Nabi yang ter­dapat dalam hadits-hadits yang shahih ber­usaha untuk diterap­kan­nya. Sung­guh ini merupakan kenik­matan dan kebahagian bagi orang yang seperti ini. Bukan­kah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam per­nah bersabda :“Sholat­lah kalian seba­gaimana aku sholat”
Demikian juga per­ihal­nya dengan haji, kebanyakan orang benar-benar ber­usaha untuk bisa ber­haji seba­gaimana haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seba­gai ben­tuk pengamalan dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Hen­dak­nya kalian meng­am­bil manasik haji kalian dariku”
Akan tetapi…..
Ter­nyata banyak juga orang-orang yang mem­beri per­hatian besar ter­hadap amalan-amalan yang dzohir –ter­masuk penulis sen­diri– yang ter­nyata lalai dari amalan hati…
Seba­gai bukti betapa banyak orang yang bisa jadi gerakan sholat­nya seratus per­sen sama seperti gerakan sholat Nabi akan tetapi apakah mereka juga mem­beri per­hatian besar ter­hadap kekhusyu’an dalam sholat mereka??
Bukan­kah Nabi bersabda
 “Sesung­guh­nya seseorang selesai dari sholat­nya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholat­nya kecuali seper­sepuluh­nya, seper­sem­bilan­nya, seperdelapan­nya, seper­tujuh­nya, seperenam­nya, seper­limanya, seperem­pat­nya, seper­tiganya, setengah­nya” (HR bu Dawud no 761 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Al-Munaawi rahimahullah berkata
 “Per­bedaan pahala sholat ter­sebut sesuai dengan per­bedaan orang-orang yang sholat ber­dasarkan kekhusyu’an dan tadabbur (bacaan sholat) dan yang semisal­nya dari perkara-perkara yang men­datangkan kesem­pur­naan sholat” (Faidhul Qodiir 2/422)
Bukan­kah khusyuk merupakan ruh­nya sholat??. Bukan­kah Allah tidak memuji semua orang yang sholat, akan tetapi hanya memuji orang ber­iman yang khusyuk dalam sholatnya??
Allah ber­firman :
Sesung­guh­nya ber­un­tunglah orang-orang yang ber­iman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sem­bahyang­nya (QS Al-Mukminun : 1–2)
Hal ini dengan jelas menun­jukan akan pen­ting­nya amalan hati. Oleh karenanya Ibnu Taimiyyah rahimahullah per­nah berkata;
“Dalam sebuah atsar bah­wasanya sung­guh dua orang ber­ada di satu shaf sholat namun per­bedaan antara nilai sholat keduanya seba­gaimana antara timur dan barat” (Minhaajus Sun­nah 6/137)
Sung­guh merupakan per­kara yang menyedihkan… banyak dian­tara kita yang memiliki ilmu yang tinggi, melakukan amalan-amalan dzohir yang luar biasa… akan tetapi dalam masalah amalan hati maka sangat­lah lemah. Ada dian­tara mereka yang sangat mudah marah… sangat tidak sabar…kurang tawak­kal…, yang hal ini menun­jukkan lemah­nya iman ter­hadap taqdiir. Tat­kala datang per­kara yang gen­ting maka ter­lihat dia seperti anak kecil yang tidak sabar dan mudah marah… menun­jukan lemah­nya amalan hatinya. Mes­kipun ilmunya tinggi…, mes­kipun amalan­nya banyak.. akan tetapi ia adalah orang awam dalam masalah hati. Bahkan bisa jadi banyak orang awam yang jauh lebih baik darinya dalam amalan hati.
- Betapa banyak dian­tara kita yang tahu akan bahayanya riyaa’ namun masih saja ter­lena dengan kenik­matan semu riyaa’, bangga tat­kala dipuji hingga kepala mem­besar ham­pir sebesar gunung…
-Betapa banyak dian­tara kita yang tahu akan bahaya ‘ujub, akan tetapi tetap saja bangga dengan amalan dan karya sendiri…
-Betapa banyak dian­tara kita sudah meng­hafalkan sabda Nabi “Janganlah marah…”, akan tetapi hati ini susah untuk ber­sabar dan menerima taqdir Allah yang memilukan…
-Betapa banyak dian­tara kita yang sudah meng­il­mui bah­wasanya semua taqdir dan keputusan Allah adalah yang ter­baik akan tetapi tetap saja ber­suudzon kepada Allah…        -Betapa banyak dian­tara kita yang sudah meng­il­mui dengan ilmu yang tinggi bah­wasanya Allah­lah yang meng­atur dan memutuskan segala sesuatu, akan tetapi tetap saja tawak­kal­nya kurang kepada Allah..dst                                                                                    Besar Kecil­nya Nilai Amalan Dzohir Ber­gan­tung Dengan Amalan Hati                                    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam per­nah bersabda                                                “Janganlah kalian men­cela para sahabatku, kalau sean­dainya salah seorang dari kalian ber­in­faq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq mereka (kurma atau gan­dum sebanyak-pen) dua geng­gam tangan atau segeng­gam tangan” (HR Al-Bukhari no 3673 dan Mus­lim no 221)                                                                   Perhatikanlah…tahukah para pem­baca yang budiman bah­wasanya gunung Uhud pan­jang­nya sekitar 7 km dan lebar­nya 2 sam­pai 3 km, dengan keting­gian sekitar 350 meter?. Ten­tunya kalau ada emas seukuran ini maka ber­at­nya tibuan ton ten­tunya. Kalau kita memiliki emas sebesar itu…, apakah kita akan menginfakkannya??                                                     Lan­tas kenapa para sahabat men­dapat kemuliaan yang luar biasa ini?, meng­apa gan­jaran amalan mereka sangat besar di sisi Allah
Al Baydhoowi ber­kata : “Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian mes­kipun meng­in­fakan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia seba­gaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) mes­kipun hanya meng­in­fakan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab per­bedaan ter­sebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) diser­tai dengan keikh­lasan yang lebih dan niat yang benar(seba­gaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/34)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Sesung­guh­nya amalan-amalan berbeda-beda ting­katan­nya sesuai dengan per­bedaan ting­katan keimanan dan keikh­lasan yang ter­dapat di hati. Dan sung­guh ada dua orang yang ber­ada di satu shaf sholat akan tetapi per­bedaan nilai sholat mereka ber­dua sejauh antara langit dan bumi” (Minhaajus sun­nah 6/136–137)
Beliau juga berkata, “Sesung­guh­nya amalan-amalan lahiriah (dzohir) nilainya men­jadi besar atau men­jadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam hati-hati manusia kecuali Allah” (Minhaajus Sun­nah 6/137)
Oleh karenanya Allah berfirman: Daging-daging unta dan darah­nya itu sekali-kali tidak dapat men­capai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat men­capainya (QS Al-Hajj : 37)
Ten­tunya banyak orang yang menyem­belih hewan kurban, dan banyak pula yang menyem­belih hewan hadyu (tat­kala hajian), dan banyak pula orang yang ber­sedekah dengan menyem­belih hewan, akan tetapi bukanlah yang sam­pai kepada Allah darah hewan-hewan ter­sebut akan tetapi yang sam­pai kepada Allah adalah ketakwaan yang ter­dapat di hati (lihat minhaajus sun­nah 6/137)
Dari sini jelas bagi kita rahasia kenapa Allah men­jadikan pahala sedikit infaq yang dikeluarkan oleh para sahabat lebih tinggi nilainya dari beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Sesung­guh­nya amalan-amalan hati para sahabat sangat­lah tinggi, keimanan para sahabat sangat­lah jauh diban­dingkan keimanan kita. Mung­kin kita bisa saja menilai amalan dzhohir seseorang, akan tetapi amalan hatinya tidak ada yang meng­etahuinya kecuali Allah. Para sahabat yang luar biasa amalan dzohir­nya bisa saja ada seorang tabiin yang meniru mereka akan tetapi yang men­jadikan mereka tetap istimewa adalah amalan hati mereka yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah.

0 Komentar