Iman Bisa Bertambah Bisa Berkurang, Lho Kok Bisa ?
Benar, iman itu bisa bertambah
dan berkurang. Adabeberapa dalil tentang hal ini, seperti firman Allah ta’ala
di dalam surat Ali Imron [3]: 173:
(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan
Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya
manusia (yaitu orang Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu,
karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka
dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah
Sebaik-baik Pelindung”.
Juga firman-Nya di
dalamsuratat-Taubah [9]: 124:
Dan apabila diturunkan suatu
surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah
di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun
orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa
gembira.
Juga firman-Nya di
dalamsuratal-Fath [48]: 4:
Dia-lah yang telah
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka
bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah
tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Yang dimaksud dengan tentara
langit dan bumi dalam ayat di atas ialah penolong yang dijadikan Allah untuk
orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan
dan sebagainya
Perhatikan beberpa firman Allah
ta’ala di atas. Dengan jelas Dia azza wajalla menyebut bahwa iman itu
bertambah. Yaitu bertambah keimanan mereka yang telah ada menjadi lebih dari
sebelumnya.
Sehingga ini juga menunjukkan
bahwa keimanan seorang yang beriman berbeda dengan keimanan orang beriman
lainnya. Yaitu ada yang lebih besar dan ada yang lebih kurang dari yang
lainnya.
Contoh masalah ini, bahwa
tatkala ada dua orang mukmin, yang satu rajin sholat lima waktu dengan
senantiasa berjama’ah ke masjid dan yang satunya sholat lima waktu hanya
dilakukan di rumah atau sesekali saja dia berangkat sholat berjama’ah ke
masjid. Padahal dia tinggal tidak juga jauh dari masjid. Kumandang adzan pun
senantiasa terdengar oleh telinganya. Maka dua orang yang halnya berbeda ini
menunjukkan bahwa iman seorang mukmin yang pertama melebihi iman seorang mukmin
yang kedua. Sebab mukmin yang kedua telah bermaksiat dengan tidak menunaikan
kewajiban, yaitu sholat berjamaah ke masjid.
Imam al-Bukhari rahimahullahu
ta’ala di dalam Shahih al-Bukhari pada Kitabul Iman membuat bab khusus tentang
masalah ini. Beliau rahimahullahu ta’ala menyebutkan: “Bab ziyadatul iman wa
nuqshanuhu” artinya Bab bertambah dan berkurangnya iman. Kemudian beliau
rahimahullahu ta’ala menyebutkan beberapa ayat sebagai dalilnya, diantaranya
ayat yang telah disebutkan di atas, lalu beliau rahimahullahu ta’ala membawakan
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan:
Akan keluar dari neraka
seorang yang telah mengikrarkan la ilaha illallah dan di hatinya terdapat iman
meski seberat biji gandum sekalipun. Dan akan keluar dari neraka juga seorang
yang telah mengikrarkan la ilaha illallah dan diahtinya terdapat iman meski
seberat tepung gandum sekalipun. Dan akan keluar dari neraka seorang yang telah
mengikrarkan la ilaha illallah dan di hatinya terdapat iman meski seberat
dzarrah sekalipun. (HR. al-Bukhari 44
dan Muslim 193)
Di dalam hadits tersebut
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut bahwa iman kaum mukminin
berbeda-beda besar dan beratnya. Ada yang berlebih dari yang lainnya ada juga
yang lebih ringan dan lebih kecil dibanding iman seorang mukmin lainya. Apabila
terdapat yang lebih tentu lazimnya juga ada yang berkurang. Jadi apabila ada
iman yang bertambah sebab adanya kelebihan tersebut tentu dikatakan bahwa yang
tidak terdapat kelebihan adalah kurang. Sehingga iman itu ada yang bertambah
dan juga ada yang kurang.
Oleh karena itu juga, Imam
al-Bukhari rahimahullahu ta’ala pada bab yang beliau sebutkan di atas
mengatakan: “…apabila seorang mukmin meninggalkan sedikit saja dari
kesempurnaannya maka imannya pun berkurang.”
Adapun tentang kiat agar iman
kita senantiasa bertambah, kita perlu memahami bagaimana iman itu bertambah dan
berkurang.
Asy-Syeikh Muhammad al-Utsaimin
rahimahullahu ta’ala (Syarah Lum’atil I’tiqad hlm. 99) mengatakan: “Dan iman
itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.”
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullahu ta’ala (kitabul iman, 195) menyebutkan bahwa Imam Ahmad bin
Hanbal rahimahullahu ta’ala menyebutkan bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu
anhu mengatakan kepada para sahabatnya; ”Marilah kemari kita menambah iman.”
Lalu ternyata mereka masing-masing berdzikir kepada Allah ta’ala.
Demikian juga yang pernah
disebutkan dan dilakukan oleh Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu beserta para
sahabatnya, juga oleh Abdullah bin Rawahah radhiyallahu anhu.
Riwayat di atas menegaskan
bahwa iman bertambah dengan amalan ketaatan.
Apabila iman bertambah dengan
amalan ketaatan maka iman harus berkurang dengan kemaksiatan.
Sehingga bisa dipahami bahwa
kiat menambah iman diantaranya ialah:
1. Dengan senantiasa menambah
ilmu, ialah ilmu yang bermanfaat. Yaitu ilmu tentang kitabullah azza wajalla
dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. karena hanya dengan ilmu
tersebutlah seorang mukmin akan semakin luas perbendaharaan ilmunya tentang
amalan-amalan ketaatan. Dengan ilmu tersebut pula, yaitu kitabullah dan sunnah
Rasulullah, seorang mukmin bisa semakin terpupuk kemauan dan kesungguhannya
untuk beramal ketaatan. Perhatikanlah ayat 124 padasurat at-Taubah di atas.
Bagaimana al-Qur’an diturunkan adalah untuk menambah iman kaum mukminin.
2. Dengan memperbanyak amalan
ketaatan dan mengajak bersama-sama mengamalkan ketaatan. Diantaranya ialah
berdzikir, mengingat Allah ta’ala. Sebagaimana dalam riwayat di atas. Bagaimana
para sahabat berupaya menstabilkan iman bahkan menambahnya dengan mengajak
bersama-sama melakukan keta’atan, seperti berdzikir dan semisalnya.
3. Ini juga menunjukkan bahwa
untuk mempertahankan stabilnya iman bahkan untuk menambahnya perlu adanya
motifasi, dan bisa jadi motifasi tersebut didapati saat sedang bersama kaum
sholih yang sama-sama ingin memelihara imannya. Oleh karenaya para sahabat pun
berusaha untuk senantiasa bersama-sama di dalam amalan ketaatan. Sebab dengan
kebersamaan akan lebih jauh dari keteledoran, sebaliknya akan terus terpupuk
semangat menuju kebaikan.
Dan inilah yang banyak terjadi
pada sebagian kaum mukminin, wallahul musyataka, hanya kepada Allah
ta’ala kita mengadu, dimana mereka tidak kuasa mempertahankan kualitas
iman mereka saat sendirian, akan tetapi di saat yang sama mereka tidak terpikir
untuk senantiasa bergaul dengan sesama kaum mukminin yang bersemangat menuju
kebaikan. Bila demikian bagaimana ia bisa menambah iman? Jangankan untuk
menambah iman, untuk sekedar menstabilkannya saja ia akan kesulitan. Wallahul
musta’an.
Terakhir, sebagai nasihat
bersama, bahwa setiap mukmin yang selalu tanggap dengan kualitas imannya,
selalu khawatir berkurangnya dan ingin selalu menambahnya, mukmin yang demikian
keadaannya ialah mukmin yang paling utama.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullahu ta’ala (kitabul iman, hlm. 195) menyebutkan bahwa Abu Darda’
pernah mengatakan: “Sungguh termasuk bentuk kecerdikan seorang hamba ialah
tatkala ia senantiasa setia memupuk iman dan memperhatikan bagaimana ia bisa
berkurang, dan tatkala ia selalu memperhatikan apakah imannya saat ini
bertambah atau justru berkurang juga tatkala ia senantiasa waspada dari setiap
tipu daya setan kapan dan bagaimana ia bisa saja menimpanya (kapan saja dan
dimana saja).”
Wabillahit taufiq. (Sumber: Abu Ammar al
Ghoyami)
0 Komentar