8 Faedah Tentang Hadits-Ustadz Aris Munandar
1.Setan Menginap Di Hidung
Dari Abu Huroiroh,
Nabi bersabda, "Jika kalian bangun tidur maka hendaknya berwudhu lalu
memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya dengan menggunakan napas
sebanyak tiga kali karena setan itu menginap di pangkal hidung." (HR.
al-Bukhori no. 3121 dan Muslim no. 238)
Syaikh Muhammad bin
Sulaiman bin Abdul Aziz al-Bassam, mantan pengajar di Masjidil Haram,
mengatakan, "Adapun menginapnya setan di pangkal hidung maka besar
kemungkinan hal ini terjadi jika seorang itu tidak membaca wirid ketika hendak
tidur — terutama ayat kursi. Alasan kemungkinan ini adalah hadits dari Abu
Huroiroh 'Dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi tiba." (HR.
Bukhari no. 3273)1
Nailul Marom bi Tahqiq Taudhih al-Ahkam min Bulughil
Marom hlm. 16 terbitan Dar Ibnul Jauzi, Damam, KSA, cet. pertama, 1426 H
2.Pakai Sandal Sambil Berdiri
Dari Qotadah, dari
Anas: sesungguhnya Rosululloh melarang memakai sandal (baca: alas kaki) sambil
berdiri.1
Al-Munawi mengatakan,
"Perintah (yang merupakan kebalikan dari larangan, Pen.) yang ada dalam hadits di atas adalah
mengandung makna irsyad atau bimbingan (baca: anjuran) karena memakai
alas kaki sambil duduk itu lebih mudah dan lebih memungkinkan. Oleh karena itu,
ath-Thibi dan lainnya berpendapat bahwa larangan dalam hadits di atas hanya
berlaku untuk alas kaki yang susah jika dikenakan sambil berdiri semisal sepatu
dan tidak berlaku untuk semisal teklek (bakiak, sandal dari kayu)." 2
HR. at-Tirmidzi no. 1776. Dalam Silsilah Shohihah
no. 719 jilid 2 hlm. 341 al-Albani mengatakan, "Kesimpulannya, hadits
tersebut shohih tanpa ragu mengingat jumlah sanadnya yang banyak."
Silsilah Shohihah jilid 2
hlm. 342 terbitan Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, cet. 1415 H
3.Berpatokan
Dengan Penilaian Al-Albani
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya:
Pertanyaan, "Apa pendapat Anda mengenai sikap
berpatokan dengan penilaian derajat hadits yang diberikan oleh al-Albani?"
Jawaban Ibnu Baz:
"Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani itu termasuk
manusia pilihan dan beliau termasuk ulama yang dikenal istiqomah dengan
kebenaran, memiliki aqidah yang baik, serta giat mengoreksi hadits dan
menjelaskan derajat hadits. Oleh karena itu, beliau bisa dijadikan patokan
dalam masalah ini. Akan tetapi, beliau bukanlah pribadi yang maksum. Terkadang
beliau melakukan kesalahan ketika menilai shohih atau dho'ifnya suatu
hadits."
4. Sholat Sunnah Setelah Bertengkar
Dari Kuhail bin
Harmalah dari Abu Umamah al-Bahili, "Aku mendengar Rosululloh bersabda,
'Penghapus dosa setiap pertengkaran adalah mengerjakan sholat sebanyak dua
roka'at." 1
HR. ath-Thobrori dalam al-Mu'jam al-Kabir—tahqiq
Hamdi Abdul Majid as-Salafi —no. 7651, dinilai hasan oleh al-Albani dalam Silsilah Shohihah no.
1789 jilid 4 hlm.397
5.Makan Sesudah Lapar
Pertanyaan:
"Terkait hadits yang kami tidak mengetahui shohih tidaknya, itulah hadits
'Kami adalah sekelompok orang yang tidak makan hingga kami lapar dan jika kami
makan kami tidak sampai kenyang.'"
Jawaban Syaikh Ibnu
Baz: "Hadits tersebut diriwayatkan dari sebagian duta yang datang ke kota
Madinah namun dalam sanadnya terdapat kelemahan. Diriwayatkan bahwa mereka
berkata tentang Nabi 'Kami adalah sekelompok orang yang tidak makan hingga kami
lapar dan jika kami makan kami tidak sampai kenyang.' Artinya, Nabi dan para
sahabat adalah orang-orang yang hemat. Makna yang terkandung dalam hadits di
atas adalah benar namun dalam sanadnya-terdapat kelemahan. Ceklah di Zadul
Ma'ad dan al-Bidayah karya Ibnu Katsir." 1
Majmu' Fatawa Mutanawwi'ah "Kitab Hadits Qism
Awal” juz 25 hlm.273 terbitan Dar Ashda al-Mujtama, Buraidah, cet. kedua. 1428
H
6.Berstatus Sebagaimana Hadits Marfu’
Ibnu Utsaimin mengatakan,
"Patokan hadits mauquf yang berstatus sebagai hadits marfu'
sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama adalah hadits mauquf yang isinya
adalah sesuatu yang bukan ranah ijtihad alias tidak ada ruang bagi akal di dalamnya dan satu-satunya kemungkinan hal
tersebut berasal dari syari'at .... Demikian pula jika seorang sahabat melakukan suatu tata cara ibadah
yang tidak terdapat dalam hadits marfu' tentu akan kita katakan pula bahwa
hadits tersebut berstatus sebagai hadits marfu'.
Contoh yang
diberikan oleh para ulama adalah perbuatan Ali bin Abi Tholib. Beliau
mengerjakan sholat gerhana yang berisi tiga rukuk dalam setiap roka'atnya.
Padahal yang terdapat dalam hadits marfu' adalah dua rukuk dalam setiap
roka'at. Para ulama mengatakan bahwa masalah ini bukanlah ruang untuk akal
karena tidak mungkin melakukan ijtihad dalam hal ini. Jumlah rukuk adalah satu
perkara yang harus mengikuti dalil dari al-Qur'an ataupun hadits. Andai bukan
dikarenakan Ali bin Abi Tholib memiliki ilmu yang berasal dari wahyu mengenai
hal ini tentu beliau tidak akan mengerjakan tiga rukuk dalam satu roka'at.
Perbuatan Ali ini berstatus marfu' mengingat hal ini bukanlah ranah
ijtihad." (Syarh al-Manzhumah al-Baiquniyyah hlm. 51-52 terbitan
Dar Tsaroya, Riyadh, cet. pertama, 1423 H)
Penulis kitab Min
Athyabil Minnah fi Ilmi al-Mushtholah mengatakan, "Contoh marfu'
fi'li hukman (berstatus tak ubahnya bagaikan perbuatan Nabi) adalah jika
seorang sahabat melakukan suatu perbuatan dalam perkara yang bukan merupakan
ruang bagi akal semisal Ali bin Abi Tholib mengerjakan sholat gerhana yang
dalam setiap roka'atnya terdapat rukuk yang lebih dari dua kali." 1
Min Athyabil Minnah fi Ilmi al-Mushtholah
kar. Syaikh Abdul Mukhsin al-Abbad dan Syaikh Abdul Karim Murod hlm.47,
terbitan Jami’ah
Islamiyyah bil Madinah, 1381 H
7.Hadits Adalah Wahyu
Hasan bin Athiyyah mengatakan, "Jibril turun
kepada Nabi dengan membawa sunnah sebagaimana Jibril turun dengan membawa
al-Qur'an. Jibril lantas mengajarkan sunnah kepada Nabi sebagaimana Jibril mengajarkan
al-Qur'an kepada Nabi (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah: 3/366, cet.
standar)
8.Tanah Untuk Berobat
Dari Aisyah jika ada orang yang sakit atau
ada luka di badannya maka Nabi melakukan demikian dengan jarinya." Sufyan —
salah seorang perawi —mempraktikkan dengan meletakkan jari telunjuk di tanah.
"Kemudian Nabi mengangkatnya sambil mengatakan "Dengan nama Allah,
tanah bumi kami dengan air liur salah seorang di antara kami untuk menjadi
sebab kesembuhan orang yang sakit di antara kami dengan izin Tuhan kami.” 1
Tentang makna hadits ini Ibnu Utsaimin mengatakan,
"Sebagian ulama berpendapat bahwa yang boleh melakukan hal semisal di atas
hanyalah Rosululloh dan tanah yang digunakan adalah khusus tanah kota Madinah.
Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa yang boleh melakukan hal di atas bukan
hanya Rosululloh dan tidak hanya berlaku untuk tanah kota Madinah, tetapi bisa dipraktikkan
oleh semua orang yang melakukan ruqyah dan tanah yang dipakai adalah tanah di
belahan bumi mana pun. Akan tetapi, kandungan hadits di atas bukanlah
membenarkan ngalap berkah dengan semata-mata air liur seseorang namun air liur
yang mengandung ruqyah plus tanah dalam rangka pengobatan, bukan semata-mata
ngalap berkah." 2
1. HR. al-Bukhori no. 5413 dan Muslim no.
5848
2. Majmu' Fatawa wa Rosail Ibnu
Utsaimin jilid 1 hlm. 109, terbitan Dar Tsaroya, Riyadh, cet. kedua, 1426
0 Komentar