Riba = Susah di Dunia dan Akhirat (Bonus Ebook Gratis)
Prolog
Andaikan ada berita yang
mengabarkan tentang seorang anak yang memperkosa ibu kandungnya sendiri,
penulis yakin gelombang kutukan terhadap pelaku perbuatan keji tersebut akan
tak kuasa untuk dibendung! Bisa dipastikan tidak ada satupun orang yang berakal
sehat mendukung perilaku munkar tersebut!
Namun, bagaimana halnya
jika ada iklan bank yang mempromosikan pinjaman dengan bunga lunak? Akankah ada
pengingkaran terhadap praktek ribawi tersebut? Ataukah justru hal itu dianggap
sebagai berita yang lazim, atau bahkan akan menuai pujian lantaran lunaknya
bunga yang ditawarkan? Lalu sebaliknya, ustadz yang memperingatkan umat dari
bahaya berhubungan dengan bank dalam model transaksi seperti itu, akan dicap
sebagai orang yang kaku, keras, saklek, dan segudang stigma
lainnya?
Begitulah kira-kira
sekelumit realita ketidaksadaran banyak umat dengan bahaya riba. Padahal
menurut kacamata Islam, berzina dengan ibu kandung dan memakan riba dosanya
adalah selevel! Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
“Riba ada tujuh puluh tiga tingkatan. Yang
paling ringan adalah seperti seseorang yang menzinai ibunya”. HR. Al-Hakim dan dinyatakan sahih oleh beliau
dan al-Albany.
• Periodisasi Pengharaman Riba1
• Periodisasi Pengharaman Riba1
Sebagaimana khamar, riba
tidak Allah haramkan sekaligus, melainkan melalui tahapan yang hampir sama
dengan tahapan pengharaman khamar.
Pengetahuan tentang hal ini
bukan untuk merubah hukum riba; sebab riba sudah jelas haram berdasarkan
al-Qur’an, Sunnah maupun ijma’. Namun untuk mengetahui sejarah
turunnya ayat-ayat yang berbicara tentang riba, juga untuk mengenal besarnya
hikmah dan kasih sayang Allah yang mempertimbangkan kondisi psikologis para
hamba-Nya dan tingkat kesiapan mereka dalam menerima hukum. Tidak kalah
pentingnya juga, untuk mempelajari berbagai sisi argumen al-Qur’an dalam
mengharamkan riba.
1. Tahap pertama dengan mematahkan paradigma manusia bahwa riba akan melipatgandakan harta.
1. Tahap pertama dengan mematahkan paradigma manusia bahwa riba akan melipatgandakan harta.
Pada tahap pertama ini,
Allah ta’ala hanya memberitahukan pada mereka, bahwa cara yang
mereka gunakan untuk mengembangkan uang melalui riba sesungguhnya sama sekali
tidak akan berlipat di mata Allah ta’ala. Bahkan dengan cara
seperti itu, secara makro berakibat pada tidak seimbangnya sistem perekonomian
yang berujung pada penurunan nilai mata uang melalui inflasi. Dan hal ini
justru akan merugikan mereka sendiri.
Pematahan paradigma ini
Allah gambarkan dalam QS. Ar-Rum (30): 39;
“Sesuatu riba (tambahan)
yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam
pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya)”.
2. Tahap kedua: Pemberitahuan bahwa riba diharamkan atas umat terdahulu.
2. Tahap kedua: Pemberitahuan bahwa riba diharamkan atas umat terdahulu.
Setelah mematahkan
paradigma tentang melipat gandakan uang sebagaimana di atas, Allah ta’ala lalu
menginformasikan bahwa karena buruknya sistem ribawi ini, maka umat-umat
terdahulu juga telah dilarang untuk melakukannya. Bahkan karena mereka tetap
bersikeras memakan riba, maka Allah kategorikan mereka sebagai orang-orang
kafir dan Allah ancam mereka dengan azab yang pedih. Ayat ini juga
mengisyaratkan kemungkinan akan diharamkannya riba atas umat Islam, sebagaimana
telah diharamkan atas umat sebelumnya.
Allah ta’ala berfirman,
“Karena kezaliman
orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang
(dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain)
dari jalan Allah. Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka
telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab
yang pedih”.QS. An-Nisa’ (4): 160-161.
3. Tahap ketiga: Gambaran
bahwa riba akan membuahkan kezaliman yang berlipat ganda.
Pada tahapan yang ketiga,
Allah ta’ala menerangkan bahwa riba mengakibat kezaliman yang
berlipat ganda. Di antara bentuknya: si pemberi pinjaman akan membebani
peminjam dengan bunga sebagai kompensasi dari pertangguhan waktu pembayaran
hutang tersebut. Yang itu akan semakin bertambah dengan berjalannya waktu,
apalagi manakala tenggat waktu yang telah disepakati tidak bisa dipenuhi oleh
peminjam. Sehingga si peminjam akan sangat sengsara karena terbebani dengan
hutang yang semakin berlipat ganda.2
Salah satu yang perlu
digarisbawahi, sebagaimana dijelaskan antara lain oleh asy-Syaukany dalam Tafsirnya,
bahwa ayat ini sama sekali tidak menggambarkan bahwa riba yang dilarang adalah
yang berlipat ganda, sedangkan yang tidak berlipat ganda tidak dilarang.
Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang keliru dan tidak dimaksudkan dalam
ayat ini.3
Allah ta’ala mengingatkan,
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.”QS. Ali Imran
(3):130.
4. Tahap keempat:
Pengharaman segala macam dan bentuk riba.
Ini merupakan tahapan
terakhir dari seluruh rangkaian periodisasi pengharaman riba. Dalam tahap ini,
seluruh rangkaian aktivitas dan muamalah yang berkaitan dengan riba, baik
langsung maupun tidak langsung, berlipat ganda maupun tidak berlipat ganda, besar
maupun kecil, semuanya adalah terlarang dan termasuk dosa besar.
Allah ta’ala menegaskan,
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) bila kamu orang yang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Tetapi jika kamu
bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim
(merugikan) dan tidak pula dizalimi (dirugikan).” QS. Al-Baqarah (2):
278-279.
• Kerugian duniawi pelaku
riba
Satu hal yang seharusnya
selalu diingat setiap insan, manakala Islam melarang suatu perbuatan, pasti
perilaku tersebut memuat kerusakan fatal atau mengakibatkan bahaya besar bagi
pelakunya, baik di dunia maupun akhirat. Sekalipun barangkali perbuatan itu
mengandung beberapa manfaat. Jika dicermati ulang dengan teliti, ternyata
manfaat tadi bila dibandingan dengan keburukan yang ditimbulkannya, jelas tidak
ada apa-apanya.
Banyak orang mengira bahwa
dengan jual beli sistem riba atau meminjamkan uang yang berbunga akan
menguntungkan dirinya, padahal sejatinya tidaklah demikian. Keuntungan yang
nampaknya banyak, tidak lain hanyalah fatamorgana belaka. Allah ta’ala berfirman, “Allah
melenyapkan riba dan menyuburkan sedekah”. QS. Al-Baqarah (2): 276.
Lenyapnya harta hasil riba,
kata Imam Ibn Katsir dalam Tafsirnya, bisa jadi lenyap secara total
dari tangan pemiliknya, atau keberkahan harta tersebut hilang, sehingga tidak
bisa dipetik manfaatnya.
Di antara indikasi
ketidakberkahan suatu harta, manakala dimakan, dia akan menumbuhkan berbagai
macam penyakit di tubuh, menjadikan hati tidak tentram, membuat anak-anak nakal
dan sulit diatur. Manakala digunakan untuk membangun rumah, maka tidak nyaman
untuk ditinggali. Bahkan bisa jadi Allah akan memusnahkannya dalam sekejap,
dengan mengirim api untuk membakarnya, atau mengutus air untuk
menenggelamkannya, atau musibah lainnya.
Itu sekedar contoh dampak
buruk riba yang berskala kecil (baca: pribadi). Adapun dampaknya yang lebih
luas, kiranya krisis ekonomi di Amerika belum lama ini merupakan contoh paling
mudah dan jelasnya.
Banyak orang merasa heran
bagaimana Amerika Serikat yang konon memiliki sistem ekonomi dan keuangan yang
kuat, bisa mengalami krisis yang begitu parah, hingga total hutang negeri Paman
Sam saat ini mencapai 15 triliun dolar, sebagaimana dilansir blog ekonomi, The
Economy Collapse (TEC).
Usut punya usut, biang
keladi dari krisis tersebut tidak lain adalah lembaga keuangan di Amerika
Serikat, terutama perbankan. Bahwa negara Amerika menjalan sistem ekonomi riba
tentu kita semua sudah tahu. Tapi bukan hanya itu masalahnya. Ada tindakan
negatif yang dilakukan bank-bank di Amerika untuk meraup keuntungan lebih.
Tindakan ini berkaitan dengan pemberian kredit rumah.
Permisalan gampangnya
seperti ini. Para nasabah seharusnya membayar cicilan bunga kredit sebesar 200
ribu setiap bulan. Ternyata bank memberikan keringanan semu kepada nasabah
dengan menarik cicilan bunga kredit sebesar 100 ribu setiap bulan. Tentu 100
ribu sisanya tidak direlakan begitu saja. Lebih kejamnya sisa cicilan bunga
tersebut dimasukkan ke dalam hutang kredit pokok. Secara otomatis, pokok kredit
yang bertambah akan menyebabkan nominal bunga pinjaman pun bertambah. Intinya
bisa dikatakan, bunga pinjaman kemudian berbunga lagi. Tentu hal ini membuat
para nasabah tidak mampu membayar cicilan karena nilainya terus membengkak.
Akibatnya, banyak nasabah
yang harus kehilangan rumah kredit tersebut. Lebih lanjut hal ini berdampak
pada merosotnya bisnis properti yang ada di Amerika. Bak bola salju, krisis ini
terus menggelinding sambil menyeret gumpalan-gumpalan krisis yang lain hingga
terus menjalar ke benua Eropa. Sungguh benar firman Allah ta’aladalam
al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 276 tersebut di atas.
Cukup kiranya bagi umat
manusia krisis ekonomi di Asia, Amerika, dan Eropa menjadi pelajaran yang
berharga. Terutama sekali bagi kita sebagai umat Islam yang diberikan sistem
ekonomi terbaik dari sisi Allah. Dan sudah saatnya bagi kita untuk hijrah dari
ekonomi kapitalis atau riba kepada ekonomi Islam atau syariah. Ini semua untuk
kemaslahatan kita di dunia terutama di akhirat kelak. 4
• Kerugian ukhrawi pelaku
riba
Keterangan di atas baru
membahas tentang sebagian kecil dampak buruk riba di dunia, yang ini tidak ada
apa-apanya dibanding dengan akibatnya di akhirat.
Sejak awal kebangkitan para
pemakan riba dari alam kubur saja, mereka sudah berpenampilan mengenaskan;
seperti orang gila yang kesurupan setan!
“Orang-orang yang memakan riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
“Orang-orang yang memakan riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
Kelanjutannya, mereka
terancam dengan siksaan yang sangat pedih di neraka.
“Barangsiapa mendapat peringatan dari Rabbnya, lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali (memakan riba), maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
“Barangsiapa mendapat peringatan dari Rabbnya, lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali (memakan riba), maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
Sunnah Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam mendeskripsikan berbagai jenis siksaan yang
disiapkan Allah untuk para pemakan riba.
Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam menuturkan ‘kunjungannya’ ke neraka,
“Kami mendatangi sungai
yang airnya merah seperti darah. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang yang
berenang di dalamnya, dan di tepi sungai ada orang yang mengumpulkan batu
banyak sekali. Lalu orang yang berenang itu mendatangi orang yang telah
mengumpulkan batu, sembari membuka mulutnya dan memakan batu-batu tersebut …
Orang tersebut tidak lain adalah pemakan riba”. HR. Bukhari (no. 7047) dari
Samurah bin Jundub radhiyallahu ’anhu.
Dalam hadits lain
diceritakan,
“Pada malam Isra’ aku mendatangi suatu kaum
yang perutnya sebesar rumah, dan dipenuhi dengan ular-ular. Ular tersebut
terlihat dari luar. Akupun bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril?”. “Mereka
adalah para pemakan riba” jawab beliau”. HR. Ibn Majah (no. 2273) dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan
dinilai lemah oleh al-Albany.
Semoga tulisan sederhana
ini bisa lebih menyadarkan kaum muslimin bahwa riba hanyalah akan membawa
kesusahan di dunia dan akhirat, maka ayo bersegeralah untuk meninggalkan riba!
Download Ebook Riba = Susah di
Dunia dan Akhirat
Sumber: Artikel www.pengusahamuslim.com/ Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, M.A.
Catatan kaki:
1. At-Tadarruj fî
Tahrîm ar-Ribâ dalam http://www.hablullah.com/?p=1133 dan Bahaya
Riba makalah Rikza Maulan, Lc., M.Ag sebagaimana dalam
http://www.eramuslim.com/syariah/tafsir-hadits/bahaya-riba.htm, dengan berbagai
tambahan dan perubahan.
2. Baca: Ar-Ribâ,
Khatharuhu wa Sabîl al-Khalâsh minhu, karya Dr. Hamd al-Hammad (hal.
10).
3. Bahkan penafsiran
seperti itu teranggap sebagai penafsiran yang syâdz (ganjil).
Lihat: Al-Aqwâl asy-Syâddzah fî at-Tafsîr karya Dr.
Abdurrahman ad-Dahsy (hal. 304-306).
4.
http://antonramdan.wordpress.com/2011/12/11/riba-dibalik-krisis-ekonomi-eropa-saat-ini.
0 Komentar