Inginkah Anda Menjadi Orang yang Ikhlas?
Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah
berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku,
karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Niat yang baik atau keikhlasan
merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering
berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak. Padahal,
sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang
harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat
keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan
hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa
tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang
beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak
dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah
akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan
karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali
jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
(QS. An Nisa : 48)
Ibnu
Rajab dalam kitabnya Jami’ul Ulum Wal Hikam menyatakan, “Amalan riya yang murni jarang
timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun
terkadang riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata
manusia atau pada amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal
berdakwah, membantu orang lain dan lain sebagainya). Keikhlasan dalam
amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang tidak ikhlas akan sia-sia,
dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman dari Allah.”
Bagaimana Agar Aku Ikhlas ?
Setan akan senantiasa menggoda dan merusak
amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus
berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan
Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah
yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita
kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah
Banyak Berdoa
Di antara yang dapat menolong seorang hamba
untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam,
di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:
“Ya Allah, aku memohon
perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku
mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.”
(Hadits Shahih riwayat Ahmad)
Nabi kita sering memanjatkan doa agar
terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari
kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu,
seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara
doa yang sering beliau panjatkan adalah, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku
amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap
wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang
lain.”
Menyembunyikan Amal Kebaikan
Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar
lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia
menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk
disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal
kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal
tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal
tersebut kecuali hanya karena Allah semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Allah
naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu
pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki
yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena
Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh
seorang wanita yang cantik dan memiliki
kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang
yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang
mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR Bukhari Muslim).
Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita
dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari
kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang
lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik shalat
yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali
shalat wajib.” (HR. Bukhari Muslim)
Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik
shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal
ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin
Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, “di antara sebabnya adalah
karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena
sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan
terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya
maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.” Basyr bin Al Harits berkata,
“Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu
sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”
Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam
keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia
menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita
berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena
ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.
Memandang Rendah Amal Kebaikan
Memandang rendah amal kebaikan yang kita
lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di
antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan
amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam
perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya
keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka
akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal
kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang
yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena
amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”.
Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa
takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun
bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu,
sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga
terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian,
maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”
Takut Akan Tidak Diterimanya
Amal
Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang memberikan
apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu
bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al Mu’minun: 60)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di
antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu pemberian,
namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).
Hal semakna juga telah dijelaskan oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika
beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin
Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat, “Dan orang-orang yang
memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena
mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” adalah orang yang mencuri, berzina dan
meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash
Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa,
bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Allah.” (HR.
Tirmidzi dengan sanad shahih )
Ya saudaraku, di antara hal yang dapat
membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal
kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada
ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik
sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila
kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga
karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan
kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan
kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya
perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya
amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri
kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.
Tidak Terpengaruh Oleh
Perkataan Manusia
Pujian dan perkataan orang lain terhadap
seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan
Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal
kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang
disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)
Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang
lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun
saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab
engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas.
Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian
maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa
dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali
hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari
bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa
kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai
saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang
dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai
saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun
Allah memuji kita ?
Menyadari Bahwa Manusia
Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka
Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari
bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena
ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama
dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan
takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke
dalam surga atau neraka, maka ia
pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu
pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan
dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi
Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan
mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka
saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan
hanya untuk mereka?
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa,
shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut
untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut
sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan
menyebabkan ia berdosa”. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat
baginya, lebih-lebih bagi orang lain.
Ingin Dicintai, Namun Dibenci
Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang
melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian
tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan
membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang
memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya “ (HR. Muslim)
Akan tetapi, apabila seseorang melakukan
amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya
sebagaimana firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan
dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia
akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang saleh kecintaan terhadap
orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan
ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu
Katsir).
Dalam sebuah hadits dinyatakan “Sesungguhnya apabila Allah
mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril,
sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun
mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya
Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun
mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan
sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan
berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka
Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit:
sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun
membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari Muslim)
Hasan Al Bashri berkata: “Ada seorang
laki-laki yang berkata : ‘Demi Allah aku akan beribadah agar aku disebut-sebut
karenanya’. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang
paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun
melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati
sekelompok orang kecuali mereka berkata: ‘lihatlah orang yang riya ini’. Dia
pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya
dengan kejelekan, ‘sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Allah’. Dia
pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu,
apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: ‘semoga Allah merahmatinya
sekarang’. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam
(hati) mereka rasa kasih sayang.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Demikianlah pembahasan kali ini, semoga
bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada umumnya. Semoga Allah
menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.
(Segala puji bagi Allah
yang dengan nikmatnya sehingga sempurnalah segala amal kebaikan)
***
0 Komentar