"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang Al-Yaqin (kematian)." (QS. An-Hijr: 99).
Dengan Asma Allah. Segala puji bagi-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah saw. Waba'du: Wajib bagi manusia untuk mengabdikan dirinya kepada Allah swt semata, baik dengan lisan dan perbuatannya; baik dalam keadaan gerak dan diamnya. Prinsipnya pada setiap langkah kehidupannya. Ia wajib berusaha untuk membersihkan amal perbuatannya dengan mengikhlaskan pengabdian itu hanya kepada Allah semata. Allah berfirman, yang artinya, "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110)
Ketaatan seorang mukmin kepada Allah swt, seperti air bagi ikan, dan udara bagi manusia. Yakni, tiada kehidupan yang sebenarnya, tanpa iman dan amal shalih. Allah berfirman, yang artinya, "Dan Apakah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?" (QS. Al-An'am: 122)
Ketika seorang mukmin, antara dirinya dan ketaatannya kepada Allah terhalang, maka ia mengalami kesedihan dan kepayahan, walaupun ia meninggalkan ketaatan itu karena tidak adanya kemampuan. Seperti kisah tujuh orang yang tidak dapat mengikuti perang Tabuk. Mereka pulang dalam keadaan menangis. Hal itu Allah ceritakan untuk kita, yang artinya, "Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (QS. At-Taubah: 92)
Sebagaimana perkataan para ulama, "Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi Allah, maka perhatikanlah dirimu, sedang berbuat apakah engkau sekarang ini." Syadad bin Aus ra berkata, "Jika engkau melihat seorang laki-laki yang melakukan ketaatan kepada Allah, ketahuilah, bahwa ketaatan itu mempunyai dampak positif terhadap pelakunya. Demikian halnya, jika engkau melihat seorang laki-laki yang sedang berbuat maksiat, ketahuilah, bahwa kemaksiatan itu juga memiliki dampak negatif bagi pelakunya." Allah berfirman, yang artinya, "Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." (QS. Al-Lail: 5-10) Kemaksiatan hanya akan melahirkan kehinaan, kerendahan, kesempitan dan kecelakaan. Sebagian ulama menyatakan, "Aku melihat kemaksiatan itu hina, maka aku meninggalkannya karena menjaga kehormatan diriku, hingga aku mendapatkan penghargaan –dalam agamaku." Hasan Al-Bashri berkata, "Sesungguhnya mereka (para pelaku maksiat), walaupun bighal dan kuda yang sedang menarik delman, ingin lepas dari kekangannya, maka kehinaan akibat maksiat tidak bisa lepas dari lehernya. Allah tidak menerima mereka, kecuali menghinakan orang-orang yang bermaksiat. Oleh karena itulah, seorang mukmin yang berakal dan cerdas seharusnya senantiasa melakukan bentuk amal ketaatan dari jenis satu ke jenis yang lain. Dari satu bentuk ibadah ke bentuk ibadah yang lain. Pegangannya adalah, firman Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi-Nya saw, "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang Al-Yaqin (kematian)." (QS. An-Nahl: 99) Makna Al-Yaqin adalah kematian. Maksud dari ayat tersebut adalah, janganlah engkau berhenti dalam beribadah kepada Allah swt dengan wujud ragam ketaatan hingga ajal menjeputmu. Sebagaimana ucapan seorang hamba Allah yang shalih (Nabi Isa as), " … dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup." (QS. Maryam: 31)
Sungguh, Jubair bin nafir meriwayatkan dari Abi Muslim Al-Khaulani, bahwa ia mendengar Nabi saw bersabda, "Allah tidak memberikan wahyu kepadaku untuk mengumpulkan harta, walaupun aku termasuk seorang pedagang, tetapi Allah memberikan wahyu kepadaku, "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (QS. Al-Hijr: 98-99)

(Sumber: Swara Qur’an)

0 Komentar