Al-Ustadz Abdul Barr - Kematian & Kehidupan Setelahnya
Berikut adalah rekaman kajian umum yang disampaikan oleh Al-Ustadz Abdul Barr-Hafidzahullah. Kajian ini mengangkat tema yang menarik berjudul KEMATIAN DAN KEHIDUPAN SETELAHNYA yang disampaikan di Masjid Al-I'tisham, Sudirman, Jakarta (26 Desember 2009). Semoga penjelasan beliau bermanfaat.
Orang yang tenggelam dalam keduniaan dan
terpedaya olehnya, tentu hatinya lalai mengingat mati. Jika diingatkan tentang
mati, maka dia merasa tidak suka dan menghindar. Dalam hal ini, manusia ada
yang tenggelam, ada yang bertaubat, ada yang memulai dan ada yang sadar dan
waspada
Orang yang tenggelam dalam keduniaan tidak
akan mengingat mati. Kalau pun dia mengingat mati, maka dia akan menyayangkan
terhadap keduniaan yang belum diraihnya, lalu sibuk mencerca mati. Ingatannya
tentang kematian hanya membuatnya semakin jauh dari Allah.
Sedangkan orang yang bertaubat, dia banyak
mengingat mati untuk membangkitkan ketakutan di dalam hatinya, agar dia bisa
bertaubat secara sempurna. Boleh jadi dia takut mati, karena merasa taubatnya
belum sempurna atau sebelum dia memperoleh bekal yang layak. Ketidaksukaannya
terhadap kematian masih bisa ditolerir, dan yang demikian ini tidak termasuk
dalam sabda Nabi Shalallahu alaihi wa salam,"Siapa yang tak suka
bersua Allah, maka Allah pun tak suka bersua dengannya." (HR
Bukhari dan Muslim).
Dia takut bertemu Allah, karena menyadari
keterbatasan dan keteledoran dirinya. Dia tak ubahnya orang yang menunda
pertemuan dengan kekasih, karena masih sibuk menyiapkan pertemuan dengannya,
agar pertemuan itu benar-benar menyenangkannya. Jadi tidak dianggap sebagai
ketidaksukaan terhadap pertemuan itu. Tandanya, dia selalu mengadakan persiapan
dan tidak menyibukkan diri dengan urusan orang lain. Jika tidak, maka dia sama saja
dengan orang yang tenggelam dalam keduniaan.
Sedangkan orang sadar selalu mengingat
mati, karena kematian itu merupakan saat yang dijanjikan untuk bertemu sang
kekasih. Tentu saja dia tidak lupa saat pertemuan dengan kekasih. Biasanya
orang yang seperti ini menganggap lamban saat datangnya pertemuan itu. Dia
lebih suka segera lepas dari tempat yang dipenuhi orang-orang yang durhaka,
lalu berpindah ke sisi Rabbul-alamin, sebagaimana yang dikatakan
sebagian diantara mereka, "Sang kekasih datang dair atas sana".
Jadi, keengganan orang yang bertaubat
terhadap kematian masih bisa ditolerir. Sementara ada orang lain yang justru
mengharapkan kematian. Yang lebih tinggi derajatnya adalah orang yang
menyerahkan urusannya kepada Allah, sehingga dia tidak memilih hidup dan tidak
memilih mati untuk dirinya. Yang paling dia sukai adalah apa yang disukai
pelindungnya. Cinta semacam ini berubah menjadi kepasrahan dan penyerahan diri.
Ini merupakan puncak tujuan.
Bagaimana pun juga, mengingat mati itu ada
pahala dan keutamaannya. Orang yang tenggelam dalam keduniaan, mengingat mati
justru untuk mendekatkannya kepada keduniaan itu.
Hamid Al-Qushairy berkata, "Setiap
orang di antara kita yakin akan datangnya kematian, sementara kita tidak
melihat seseorang bersiap-siap menghadapi kematian itu. Setiap orang di antara
kita yakin adanya surga, sementara kita tidak melihat ada yang berbuat agar
bisa masuk surga. Setiap orang di antara kita yakin adanya neraka, sementara
kita tidak melihat orang yang takut terhadap neraka. Untuk apa kalian
bersenang-senang? Apa yang sedang kalian tunggu? Tiada lain adalah kematian.
Kalian akan mendatangi Allah dengan membawa kebaikan ataukah keburukan. Maka
hampirilah Allah dengan cara yang baik.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia
berkata, "Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Perbanyaklah mengingat perusak kelezatan-kelezatan, yaitu mati." (HR
Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Al-Hasan Al-Bashry berkata, "Kematian
melecehkan dunia dan tidak menyisakan kesenangan bagi orang yang berakal.
Selagi seseorang mengharuskan hatinya untuk mengingat mati, maka dunia terasa
kecil di matanya dan segala apa yang ada di dalamnya menjadi remeh.
Jika Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu ingat
mati, maka dia menggigil seperti burung yang sedang menggigil. Setiap malam dia
mengumpulkan para fuqaha, lalu mereka saling mengingatkan kematian dan hari
kiamat, lalu mereka semua menangis, seakan-akan di hadapan mereka ada mayat.
Syumaith bin Ajlan berkata, "Siapa
yang menjadikan kematian pusat perhatiannya, maka dia tidak lagi peduli
terhadap kesempitan dunia dan kelapangannya."
Ketahuilah bahwa bencana kematian itu amat
besar. Banyak orang yang melalaikan kematian karena mereka tidak memikirkan dan
mengingatnya. Kalau pun ada yang mengingatnya, toh dia mengingatnya dengan hati
yang lalai, sehingga tidak ada gunanya dia mengingat mati. Cara yang harus
dilakukan seorang hamba ialah mengosongkan hati tatkala mengingat kematian yang
seakan-akan ada di hadapannya, seperti orang yang hendak bepergian ke daerah
yang berbahaya atau tatkala hendak naik perahu mengarungi lautan, yang tentunya
dia mengingat kecuali perjalanannya. Cara yang paling efektif baginya ialah
mengingat keadaan dirinya dan orang-orang yang sebelumnya, mengingat kematian
dan kemusnahan mereka.
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu berkata,
"Orang yang berbahagia ialah yang bisa mengambil pelajaran dari orang
lain."
Abu Darda' berkata, "Jika engkau
mengingat orang-orang yang sudah meninggal, maka jadikanlah dirimu termasuk
mereka yang sudah meninggal."
Ada baiknya jika dia memasuki kuburan dan
mengingat orang-orang yang sudah dipendam disana. Selagi hatinya mulai condong
kepada keduniaan, maka hendaklah dia berpikir bahwa dia pasti akan
meninggalkannya dan harapan-harapannya pun menjadi pupus.
Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam
memegangi kedua pundakku lalu beliau bersabda, "Jadilah di dunia
seakan-akan engkau adalah orang asing atau seorang pelancong." (HR
Bukhary dan Ahmad). Ibnu Umar berkata, "Jika engkau berada pada sore hari,
maka janganlah menunggu sore hariny. Pergunakanlah kesehatanmu sebelum sakitmu
dan hidupmu sebelum matimu."
Dari Al-Hasan, dia berkata, "Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wa salam bertanya kepada para sahabat, "Apakah setiap
orang di antara kalian ingin masuk surga?" Mereka menjawab, "Benar
wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Pendekkanlah angan-angan,
buatlah ajal kalian ada di depan mata kalian dan malulah kepada Allah dengan
sebenar-benarnya malu." (Diriwayatkan Ibnu Abid-Dunya)
Dari Abu Zakaria At-Taimy, dia berkata,
"Tatkala Sulaiman bin Abdul Malik berada di Masjidil Haram, tiba-tiba ada
yang menyodorkan selembar batu yang berukir. Lalu dia meminta orang yang dapat
membacanya. Ternyata di batu itu tertulis: Wahai anak Adam, andaikan engkau
tahu sisa umurmu, tentu engkau tidak akan berangan-angan yang muluk-muluk,
engkau akan beramal lebih banyak lagi dan engkau tidak akan terlalu berambisi.
Penyesalanmu akan muncul jika kakimu sudah tergelincir dan keluargamu sudah
pasrah terhadap keadaan dirimu, dan engkau akan menigngalkan anak serta
keturunan. Saat itu engkau tidak bisa kembali lagi ke dunia dan tidak bisa lagi
menambah amalmu. Berbuatlah untuk menghadapi hari kiamat, hari yang diwarnai
penyesalan dan kerugian."
Ketahuilah, munculnya angan-angan yang
muluk-muluk ini ada dua hal:
1. Cinta Kepada Dunia.
Jika manusia sudah menyatu dengan
keduniaan, kenikmatan dan belenggunya, maka hatinya merasa berat untuk berpisah
dengan dunia, sehingga di dalam hatinya tidak terlintas pikiran tentang mati.
Padahal kematianlah yang akan memisahkan dirinya dengan dunia. Siapa pun yang
membenci sesuatu, tentu akan menjauhkan sesuatu itu dari dirinya. Manusia
selalu dibayang-bayangi angan-angan yang batil. Dia berangan-angan sesuai
dengan kehendaknya, seperti hidup terus di dunia, mendapatkan seluruh barang
yang dibutuhkannya, seperti harta benda, tempat tinggal, keluarga dan
sebab-sebab keduniaan lainnya. Hatinya hanya terpusat pada hal-hal ini,
sehingga lalai mengingat mati dan tidak membayangkan kedekatan kematiannya.
Andakain di dalam hatinya sesekali
melintas pikiran tentang kematian dan perlu bersiap-siap menghadapinya, tentu
dia bersikap waspada dan mengingat dirinya. Namun dia hanya berkata,
"Hari-hari ada di depanmu hingga engkau menjadi dewasa. Setelah itu engkau
bertaubat." Setelah dewasa dia berkata, "Sebentar lagi engkau akan
menjadi tua." Setelah tua dia berkata, "Tunggulh hingga rumah ini
rampung atau biar kuselesaikan terlebih dahulu perjalananku." Dia
menunda-nunda dan terus menunda-nunda, hingga selesainya kesibukan demi
kesibukan dan hari demi hari, hingga ajal menjemputnya tanpa disadarinya, dan
saat itulah dia akan merasakan penyesalan yang mendalam.'
Kebanyakan teriakan para penghuni neraka
ialah kata-kata, "Andaikata". Mereka berkata, "Aduhai aku
benar-benar menyesal", yang juga menggambarkan kata-kata
"Andaikata". Sumber dari seluruh angan-angan ini adalah cinta kepada
dunia dan lalai terhadap sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam, "Cintailah
apa pun sekehendakmu, toh engkau akan berpisah dengannya." (Diriwayatkan
Al-Hakimn dan Abu Nu'aim)
2. Kebodohan
Hal ini terjadi karena manusia tidak
mempergunakan masa mudanya, menganggap kematian masih lama datangnya karena dia
masih muda. Apakah pemuda semacam ini tidak menghitung bahwa orang-orang yang
berumur panjang di wilayahnya tidak lebih dari sepuluh orang? Mengapa jumlah
ornag tua hanya sedikit? Karena banyak manusia yang meninggal dunia selagi
muda. Berbarengan dengan meninggalnya satu orang tua, ada seribu bayi dan anak
muda yang meninggal dunia. Dia tertipu oleh kesehatannya dan tidak tahu bahwa
kematian bisa menghampirinya secara tiba-tiba, sekalipun dia menganggap
kematian itu masih lama. Sakit bisa menimpanya secara tiba-tiba. Jika dia jatuh
sakit, maka kematian tidak jauh darinya.
Andaikan dia mau berpikir dan menyadari
bahwa kematian itu tidak mempunyai waktu yang pasti, entah pada musim panas,
gugur atau semi, siang atau malam, tidak terikat pada umur tertentu, muda atau
tua, tentu dia akan menganggap serius urusan kematian ini dan tentu dia akan
bersiap-siap menyongsongnya.
Jilbab.or.id/Ibnu Qudamah, Minhajul Qasidin
Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk, Pustaka Al-Kautsar.
0 Komentar