Anakmu Tergadai, Sampai Di-akikahi
Bismillah…
Ketika bayi sudah berumur tujuh hari, disunahkan bagi
kedua orangtuanya untuk menyembelihkan kambing. Untuk anak laki-laki dua
kambing, dan anak perempuan cukup satu kambing. Ibadah ini dikenal dengan
istilah akikah.
Diantara tujuannya adalah, untuk membebaskan anak dari
status tergadaikan.
Dijelaskan dalam sebuah hadis shahih, dari sahabat
Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih
pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad
20722, at-Turmudzi 1605, dan dinilai shahih oleh al-Albani).
Artinya, selama anak itu belum diaqiqahi, maka statusnya
masih tergadai. Ketika kita membaca hadis di atas, tentu muncul pertanyaan
dalam benak ini, apa gerangan makna anak tergadaikan sampai dia diaqiqahi?
Mari kita simak penjelasan para ulama berikut ini.
Pertama, jika anak itu meninggal sebelum baligh, ia tidak
bisa memberikan syafa’at untuk kedua orangtuanya, sampai dia diaqiqahi.
Karena diantara bentuk syafaat adalah, syafaat seorang
anak yang meninggal di usia balita, kepada kedua orangtuanya supaya mereka
dapat masuk surga.
Seorang Tabi’in yang bernama Abu Hassan radhiyallahu
’anhu, menceritakan obrolannya dengan sahabat Abu Hurairah, “Saya pernah
mengabarkan kepada Abu Hurairah, bahwa dua anakku meninggal dunia. Berkenankah
anda menyampaikan hadis dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang dapat
menyenangkan hati kami, berkaitan dengan anak kami yang meninggal?”
“Baik,“ jawab Abu Hurairah.
Beliau melanjutkkan,
“Anak-anak kecil (yang meninggal) menjadi kanak-kanak
surga, ditemuinya kedua ibu bapaknya, lalu dipegangnya pakaian ibu bapaknya –
sebagaimana saya memegang tepi pakaian ini – dan tidak berhenti (memegang
pakaian) sampai Allah memasukkannya dan kedua ibu bapaknya kedalam surga.” (HR.
Muslim no. 2635).
Keutamaan yang luar biasa ini, tidak akan bisa dicapai
kedua orangtua, sampai mereka mengakikahi anaknya.
Imam Al-Khottobi menegaskan,
Imam Ahmad menerangkan, ”Makna tergadaikan di sini adalah
terhalang dari syafaat. Jika tidak diakikahi, kemudian anak meninggal sebelum
baligh, maka orangtua terhalang dari syafaat anak.”
(Lihat : Al-Mifshal fi Ahkam Al-Aqiqah, hal. 30).
Syaikh Abdulqadir Syaibatulhamd menjelaskan,
Ada ulama yang berpendapat, bahwa makna “anak tergadaikan
dengan akikahnya” adalah, ia tidak bisa memberikan syafaat kepada kedua
orangtuanya, seandainya anak itu meninggal dunia di usia sebelum baligh.
Kecuali jika kedua orangtua mengakikahinya, maka dia dapat memberikan
syafaat…”(Fikih Al-Islam Hal. 8).
Kedua, anak yang belum diakikahi, terhalang dari
mendapatkan keselamatan mara bahaya kehidupan.
Makna ini dijelaskan oleh Mula Ali Al-Qari rahimahullah,
Tergadai dengan akikahnya, maksudnya adalah, anak itu
terhalang mendapat keselematan dari mara bahaya sampai dia diakikahi.
(Lihat : Al-Mifshal fi Ahkam Al-Aqiqah, hal. 30).
Ketiga, ungkapan tersebut menunjukkan wajibnya akikah.
Karena Nabi sampai mengaitkan status tergadai anak dengan akikah.
Pendapat ini dipegang oleh Mazhab Dhzahiri. Namun,
kesimpulan ini dinilai oleh para ulama kurang tepat. Karena hukum akikah adalah
sunah muakkadah, bukan wajib.
Dalil yang menguatkan bahwa hukum akikah adalah sunah
muakkadah adalah hadis berikut,
“Siapa yang dikaruniai seorang anak, dan dia berkeinginan
menyembelih untuknya, maka sembelihlah untuk anak lelaki dua kambing yang
sepadan dan untuk anak wanita satu kambing.”
(Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Abi Dawud).
Ada kata-kata “berkeinginan menyembelih…” menunjukkan
akikah bukan suatu keharusan, namun suatu yang dianjurkan.
Keempat, bayi terlahir ke dunia dalam keadaan terkekang
oleh kekangan setan. Tali kekang ini tidak akan terlepas, sampai ia diakikahi.
Makna inilah yang dinilai kuat oleh Imam Ibnul Qoyyim
rahimahullah. Beliau menyatakan,
Allah jadikan meng-akikahi anak sebagai sebab terlepasnya
dia dari kekangan setan, yang mengikat bayi sejak terlahir ke dunia. Seorang
anak terikat oleh tali kekang itu. Maka aqiqah yang menjadi tebusan untuk
membebaskan bayi dari jerat setan tersebut. Tali kekang itu menghalanginya
untuk melakukan amalan baik dan usahanya untuk meraih nasib yang baik di
akhiratnya, yang menjadi tempat kembalinya. (Tuhfah al-Maudud, hlm. 74)
Demikian beberapa tafsiran para ulama, terkait makna
hadis “Anak tergadaikan dengan akikahnya..” Pada intinya, dari beberapa
penafsiran ulama di atas dapat disimpulkan bahwa, akikah adalah perkara yang
seyogyanya tidak dipandang remeh atau sepele, meski syariat tidak mewajibkan.
Wallahu a’lam.
***
Ditulis oleh : Ahmad Anshori, Lc.
(Alumni PP Hamalatulquran Yogyakarta, alumni Universitas
Islam Madinah KSA, fakultas Syariah (S1). Kontributor tetap di muslim.or.id dan
konsultasisyariah.com).
Hamalatulquran.com
0 Komentar