Belajar Iqra Bersama Khalil
Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa
mengajarkan huruf hijaiyah, lebih khusus lagi belajar Iqra, kepada anak usia 2
tahun adalah terlalu dini. Hal itu tidak sepenuhnya benar. Memang tidak semudah
mengajarkan anak yang sudah lebih tua usianya, dan juga butuh kesabaran ekstra.
Setidaknya itu yang kami alami bersama Khalil. Saya ingin membagi pengalaman
belajar bersama Khalil dan kakak-kakaknya dengan anda, khususnya bagi anda yang
memiliki anak-anak seusia Khalil pada saat memulai, mudah-mudahan bisa
memberikan manfaat.
Pertama kali belajar Khalil sangat sulit
untuk menghafal huruf. Hanya untuk menyelesaikan halaman pertama buku Iqra 1
dia membutuhkan waktu sekitar tiga minggu, bahkan mungkin hampir sebulan. Alhamdulillah,
setelah selesai bacaan pada halaman pertama, halaman berikutnya menjadi sangat
mudah bagi Khalil. Dia melewatkannya tanpa kesulitan yang berarti, apalagi
ditunjang dengan permainan Bingo Game Hijaiyah yang sering dimainkannya bersama
kakaknya. Dia sangat gembira karena merasa mampu, sehingga hampir setiap hari
baik pagi, siang atau malam dia membawa bukunya kemana-mana dan mengulang
bacaannya.
Berpindah ke Iqra 2 dengan huruf yang
mulai bersambung, Khalil kembali menemui kesulitan. Ketika mulai membaca dia
selalu mengeluh karena bacaannya yang sulit dan membuatnya sedih karena tidak
dapat membaca. Lebih dari semingguseminggu seperti itu, akhirnya saya
memutuskan untuk membuatkannya sebuah lembar iqra yang dapat dibawanya sambil
bermain bersama kakaknya.
Untuk melihat Iqra Khalil klik berikut ini...........iqra
khalil
Dengan metode di atas, Khalil menjadi
lebih mudah untuk mengenali huruf-huruf bersambung. Alhamdulillah, tidak lama
setelah itu dia dapat kembali membaca Iqra 2 dengan lancar. Dan itu terus
berlangsung sampai sekarang. Khalil sudah hampir menamatkan Iqra 5 nya. Tidak
seluruhnya mudah, akan tetapi rasa ingin tahunya yang besar dan iming-iming
dapat mengaji di Qur’an besar seperti kakaknya membuat dia terus berusaha..Melihat
perkembangan yang dialami dalam belajar, baik Khalil maupun kedua kakaknya, ada
beberapa pelajaran yang menjadi catatan saya:
1.Mengajarkan anak-anak mengaji di rumah
secara bersama dengan saudara-saudaranya lebih efektif dibanding dengan
mengirim mereka ke TPA. Motivasi utama yang mendorong Khalil terus berusaha
adalah karena kegiatan itu menjadi semacam lomba bagi ketiganya (Khalil 3,5 th,
Aulia 5th, Rizki 7.5 th) untuk menunjukkan kemampuan kepada seluruh keluarga.
Menjadi kebanggan tersendiri jika mereka berhasil pindah ke halaman berikutnya.
Selain itu mengajarkan mereka mengaji di rumah akan lebih fokus, dibandingkan
dengan TPA karena biasanya muridnya lebih banyak sehingga perhatian
ustadz/ustadzah terhadap perkembangan masing-masing anak pun lebih sedikit.2. 2.Sebaiknya
sejak awal anak-anak dilatih untuk mengucapkan makhraj huruf dengan benar,
karena kesalahan dari awal akan terbawa-bawa hingga mereka dewasa. Dan jika itu
terjadi akan lebih sulit mengoreksinya. Jangan mentolerir makhraj yang salah
kecuali untuk kasus tertentu, sseperti anak-anak dengan lidah cadel sering
kesulitan melafalkan huruf ر , meski demikian tetap diingatkan dan selalu diulang bagi mereka bagaimana
lafal yang benar, dan mereka menyadari kesalahan mereka meskipun memang masih
sukar untuk melafalkannya. Hal yang sama berlaku untuk dasar-dasar tajwid,
meskipun pengajaran tajwid pada anak lebih banyak
kelonggaran sesuai dengan kondisi masing-masing anak.
3.Sebaiknya tidak terburu-buru
mengoreksi anak jika mereka keliru membaca. Misalnya seharunya ث tetapi dibaca ش atau huruf-huruf yang tempat keluar
hurufnya serupa. Khalil seringkali melakukan hal ini.
Setelah ditanyakan mana yang benar, akhirnya dia menyadari dan mengoreksi
sendiri kesalahannya. (Biasanya saya tidak langsung membenarkan tapi bertanya
sampai tiga kali untuk memastikan dia sungguh mengetahui bacaan yang benar dan
bukan karena rekaan saja).
4.Hal yang sama juga berlaku untuk
bacaan dengan mad, atau dalam membedakan bacaan yang panjang dan pendek.
Kadang-kadang meskipun bacaannya benar, saya akan kembali bertanya, mengapa مَا atau قِيْ atau نُوْنَ dibaca panjang
untuk menguji pemahamannya. Alhamdulillah dia bisa menjawab dengan baik, فِيْ
dibaca panjang karena di depannya ada ya sukun, dan seterusnya. Hal-hal itu,
dengan penjelasan yang sederhana untuk anak seusia Khalil akan lebih mudah
dipahami.
5.Sebaiknya tidak mengikuti keinginan anak
untuk berpindah ke halaman berikutnya jika dia belum lancar membacanya. Bagian
ini agak sulit, karena terkadang anak-anak justru ‘mogok’ atau menangis. Hal
yang sama terjadi pada Khalil. Sekali lagi penjelasan sederhana dibutuhkan
untuk bisa dipahami oleh anak seusia itu. Dengan penjelasan hati-hati akhirnya
dia bisa memahami, meskipun dengan rupa sangat sedih. Tidak tega memang, tapi
itu harus dilakukan agar anak dispilin
Saya teringat kejadian itu dengan
Khalil, ketika dia sangat kesulitan untuk membedakan panjang pendek bacaan,
selama hampir seminggu dia tetap di halaman yang sama. Malam itu dia keluar ke
ruang tengah dengan murung sambil memegang Iqranya. Neneknya iba melihatnya,
karena biasanya dia selalu bersemangat setelah membaca iqra, dan langsung
memamerkan perkembangannya pada seisi rumah. Ketika ditanya mengapa Khalil
belum pindah, dengan murung dan dan mata berair dia menjawab, “karena belum
bisa panjang pendeknya...” Gara-gara tidak tega melihat cucunya, ibuku langsung
mendesakku untuk membolehkan dia pindah ke halaman berikutnya
Tapi alhamdulillah, setelah kejadian itu
dia justru lebih mudah untuk diberi pengertian, hanya boleh berpindah jika
bacaannya sudah lebih baik.
Cara belajar yang disajikan di sini hanyalah
contoh kasus yang saya ajarkan pada Rizki, Aulia dan Khalil, dan Alhamdulillah
sejauh ini bisa dikatakan cukup efektif. Untuk Rizki (7 th) hampir tidak ada
masalah, sejak awal dia bisa belajar dengan lancar dan fasih, Aulia (5 th)
cepat memahami namun kurang fasih karena pengaruh nafas yang pendek dan agak
kaku dalam penyebutan huruf tertentu dan demikian juga dengan Khalil (3,5 th),
meskipun untuk Khalil harus lebih sering diulang dan diingatkan. Cara ini belum
tentu efektif untuk anak-anak lainnya, karena setiap anak mempunyai karakter
dan tingkat kesiapan menerima pelajaran yang berbeda-beda. Namun apapun metode
yang anda pilih, yang perlu diingat adalah anak-anak bukan tidak bisa diajari
sejak dini, mereka hanya perlu metode yang tepat agar mereka bisa memiliki
kesiapan untuk belajar dan memahami apa yang telah mereka pelajari. Wallahu
a’lam.
Ditulis oleh Ummu Abdillah
al-Buthoniyyah untuk BAM
(Sumber:
Bacaan Anak Muslim)
0 Komentar