Kepada Siapa Anda Berobat
Kesehatan
adalah sebagian di antara nikmat Allah yang banyak dilupakan oleh manusia.
Benarlah ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Ada
dua nikmat yang sering kali memperdaya kebanyakan manusia, yaitu nikmat kesehatan
dan nikmat kelapangan waktu” (HR. Bukhari). Dan tidaklah seseorang
merasakan arti penting nikmat sehat kecuali setelah jatuh sakit. Kesehatan
adalah nikmat yang sangat agung dari Allah Ta’ala di antara
sekian banyak nikmat. Dan kewajiban kita sebagai seorang hamba adalah bersyukur
kepada-Nya sebagaimana firman Allah Ta’ala yang
artinya, ”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya
Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku” (QS Al Baqarah: 152).
Para
pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, ada beberapa kondisi ketika sebagian
orang sedang diuji oleh Allah Ta’ala dengan
dicabutnya nikmat kesehatan ini (baca: jatuh sakit). Di antara mereka ada yang bersabar dan ridha
dengan ketetapan dari Allah, mereka tetap bertawakkal dengan menempuh
pengobatan yang diizinkan oleh syari’at. Sehingga mereka pun mendulang pahala
yang berlimpah dari Allah Ta’ala karena
sabar dan tawakkalnya kepada Allah Ta’ala. Namun di antara mereka ada
pula yang berputus asa dari rahmat-Nya, berburuk sangka kepada-Nya, dan
menempuh jalan-jalan yang dilarang oleh syari’at demi mencari sebuah
kesembuhan. Bahkan sampai menjerumuskan dirinya ke dalam kesyirikan. Yang
mereka dapatkan tidak lain hanyalah penderitaan di atas penderitaan,
penderitaan di dunia, setelah itu penderitaan abadi di neraka jika tidak
bertaubat sebelum meninggal dunia. Karena AllahTa’ala berfirman yang artinya,”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang lebih rendah dari (syirik) itu,
bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS.
An-Nisa’: 48).
Setiap
Penyakit Pasti Ada Obatnya
Satu hal
yang dapat memotivasi kita untuk terus berusaha mencari kesembuhan adalah
jaminan dari AllahTa’ala bahwa
seluruh jenis penyakit yang menimpa seorang hamba pasti ada obatnya. Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah
Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk
penyakit tersebut” (HR. Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa
seluruh jenis penyakit, memiliki obat yang dapat digunakan untuk mencegah,
menyembuhkan, atau untuk meringankan penyakit tersebut. Hadits ini juga
mengandung dorongan untuk mempelajari pengobatan penyakit-penyakit badan
sebagaimana kita juga mempelajari obat untuk penyakit-penyakit hati. Karena
Allah telah menjelaskan kepada kita bahwa seluruh penyakit memiliki obat, maka
hendaknya kita berusaha mempelajarinya dan kemudian mempraktekkannya. (Lihat Bahjatul
Quluubil Abraar hal. 174-175, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam juga bersabda, ”Untuk
setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya,
penyakit tersebut akan sembuh dengan seizin Allah Ta’ala” (HR.
Muslim). Maksud hadits tersebut adalah, apabila seseorang diberi obat yang
sesuai dengan penyakit yang dideritanya, dan waktunya sesuai dengan yang
ditentukan oleh Allah, maka dengan seizin-Nya orang sakit tersebut akan sembuh.
Dan Allah Ta’ala akan
mengajarkan pengobatan tersebut kepada siapa saja yang Dia kehendaki sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ”Sesungguhnya
Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya. Ada yang tahu, ada juga yang tidak tahu” (HR. Ahmad.
Dinilai shahih oleh Syaikh
Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah).
Berobat
= Mengambil
Sebab
Berobat
sangat erat kaitannya dengan hukum mengambil sebab. Maksud mengambil sebab
adalah seseorang melakukan suatu usaha/sarana (“sebab”) untuk dapat meraih apa yang dia inginkan.
Misalnya seseorang mengambil sebab berupa belajar agar dapat meraih prestasi
akademik. Demikian pula, seseorang “mengambil sebab” berupa berobat agar dapat
meraih kesembuhan dari penyakitnya.
Di
antara ketentuan yang telah dijelaskan oleh para ulama berkaitan dengan
hukum-hukum dalam mengambil sebab adalah bahwa sebab (sarana) yang ditempuh
tidak boleh menggunakan sarana yang haram, apalagi sampai menjerumuskan ke
dalam kesyirikan, meskipun metode pengobatan tersebut terbukti menyembuhkan
berdasarkan pengalaman atau penelitian ilmiah. Selain itu, ketika mengambil
sebab tersebut, hatinya harus senantiasa bertawakkal kepada Allah Ta’ala dan
senantiasa memohon pertolongan kepada Allah demi berpengaruhnya sebab tersebut.
Hatinya tidak bersandar kepada sebab sehingga dirinya pun merasa aman setelah
mengambil sebab tersebut. Seseorang yang berobat, setelah dia berusaha maksimal
mencari pengobatan yang diizinkan oleh syari’at, maka dia bersandar/bertawakkal
kepada Allah Ta’ala, bukan
kepada dokter yang merawatnya –betapa pun hebatnya dokter tersebut- dan bukan
pula kepada obat yang diminumnya –betapa pun berkhasiatnya obat tersebut-. Hal
ini karena seseorang harus memiliki keyakinan bahwa betapa pun hebatnya sebuah
sebab (obat atau semacamnya), namun hal itu tetap berada di bawah takdir Allah Ta’ala.
Bentuk-Bentuk
Pengobatan Alternatif yang Diharamkan
Di
antara pengobatan alternatif yang diharamkan adalah pengobatan yang mengandung
unsur kesyirikan seperti berobat dengan menggunakan metode sihir. Sihir
merupakan ungkapan tentang jimat-jimat, mantra-mantra, dan sejenisnya yang
dapat berpengaruh pada hati dan badan. Di antaranya ada yang membuat sakit,
membunuh, dan memisahkan antara suami dan istri. Namun, pengaruh sihir tersebut
tetap tergantung pada izin Allah Ta’ala. Sihir ini
merupakan bentuk kekufuran dan kesesatan. Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Jauhilah
tujuh hal yang membinasakan!” Para shahabat bertanya,”Wahai Rasulullah! Apa saja itu?” Maka
Rasulullah bersabda, ”Yaitu syirik kepada Allah, sihir, …” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Pelaku
sihir memiliki tanda-tanda yang dapat dikenali. Apabila dijumpai salah satu di
antara tanda-tanda tersebut pada seorang ahli pengobatan, maka dapat diduga
bahwa ia melakukan praktek sihir atau melakukan praktek yang amat dekat dengan
sihir. Di antara tanda-tanda tersebut adalah: 1) mengambil bekas pakaian yang
dipakai oleh pasien semisal baju, tutup kepala, kaos dalam, celana dalam, dan
lain-lainnya; 2) meminta binatang dengan sifat-sifat tertentu untuk disembelih
dan tidak menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, dan kadang-kadang
melumurkan darah binatang tersebut pada bagian anggota badan yang sakit; 3)
menuliskan jimat atau jampi-jampi yang tidak dapat difahami maksudnya; 4)
memerintahkan pasien untuk menyepi beberapa waktu di kamar yang tidak tembus
cahaya matahari; 5) memerintahkan pasien untuk tidak menyentuh air selama
jangka waktu tertentu, dan kebanyakan selama 40 hari; 6) membaca mantra-mantra
yang tidak dapat difahami maknanya; 7) kadang ia memberitahukan nama, tempat
tinggal, dan semua identitas pasien serta masalah yang dihadapi pasien tanpa
pemberitahuan pasien kepadanya.
Demikian
pula, diharamkan bagi seseorang untuk berobat kepada dukun. Pada hakikatnya,
dukun tidak berbeda dengan tukang sihir dari sisi bahwa keduanya meminta
bantuan kepada jin dan mematuhinya demi mencapai tujuan yang dia inginkan.
Sedangkan perbuatan meminta bantuan kepada jin sendiri termasuk syirik besar.
Karena meminta bantuan kepada jin dalam hal-hal seperti ini tidaklah mungkin
kecuali dengan mendekatkan diri kepada jin dengan suatu ibadah atau “ritual”
tertentu. Seorang dukun harus mendekatkan diri kepada jin dengan melaksanakan
ibadah tertentu, seperti menyembelih,istighatsah, kufur
kepada Allah dengan menghina mushaf Alqur’an, mencela Allah Ta’ala, atau amalan
kesyirikan dan kekufuran yang semisal, agar mereka dibantu untuk diberitahu
tentang perkara yang ghaib. (Lihat Fathul Majiid hal.
332, Syaikh Abdurrahman bin Hasan;
At-Tamhiid hal.
317, Syaikh Shalih Alu Syaikh)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa mendatangi seorang dukun dan
mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar)
dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad” (HR. Ibnu
Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Al-Irwa’ no.
2006). Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, ”Di
dalam hadits tersebut terdapat dalil kafirnya dukun dan tukang sihir karena
keduanya mengaku mengetahui hal yang ghaib, padahal hal itu adalah kekafiran.
Demikian pula orang-orang yang membenarkannya, meyakininya, dan ridha
terhadapnya” (Fathul
Majiid, hal. 334).
Para
pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala, satu hal
yang cukup memprihatinkan bagi kita adalah menyebarnya dukun dan tukang sihir
yang berkedok sebagai tabib yang mampu mengobati berbagai penyakit. Di antara
mereka banyak juga yang berani memasang iklan di surat kabar dan mengklaim
dirinya mampu mengetahui hal yang ghaib. Wal ‘iyadhu billah! Di antara
contoh praktik-praktik pengobatan yang mereka lakukan misalnya:
1.
Pengobatan melalui jarak jauh, di mana keluarga pasien cukup membawa selembar
foto pasien. Setelah itu, si tabib akan mengetahui bahwa ia menderita
(misalnya) sakit jantung dan gagal ginjal. Oleh si tabib, penyakit itu kemudian
di-transfer jarak jauh
ke binatang tertentu, misalnya kambing. Hal ini jelas-jelas termasuk berobat
kepada dukun, karena apakah hanya melihat foto seseorang kemudian diketahui
bahwa jantungnya bengkak, ginjalnya tidak berfungsi, dan lain-lain?
2.
Pengobatan metode lainnya, pasien hanya diminta menyebutkan nama, tanggal
lahir, dan kalau perlu weton-nya. Bisa hanya dengan
telepon saja. Setelah itu, si tabib akan mengatakan bahwa pasien tersebut
memiliki masalah dengan paru-paru atau jantungnya, atau masalah-masalah
kesehatan lainnya.
3.
Dukun lainnya hanya meminta pasiennya untuk mengirimkan sehelai rambutnya lewat
pos. Setelah itu dia akan “menerawang ghaib” untuk mendeteksi, me-rituali, dan
memberikan sarana ghaib kepada pasiennya.
4.
Pengobatan dengan “ajian-ajian” yang dapat ditransfer jarak jauh atau dengan
menggunakan “benda-benda ghaib” tertentu seperti “batu ghaib”, “gentong
keramat” (cukup dimasukkan air ke dalam gentong kemudian airnya diminum), dan
lain sebagainya.
Praktik
perdukunan dan sihir seolah-olah memang tidak dapat dipisahkan. Demikian pula
pelakunya. Orang yang mengaku sebagai dukun, paranormal, atau orang pintar juga
melakukan sihir. Dan demikian pula sebaliknya. Demikianlah salah satu kerusakan
yang sudah tersebar luas di Indonesia ini. Semoga AllahTa’ala melindungi
kita semua dari kesyirikan.
Bentuk
pengobatan syirik lainnya adalah berobat dengan menggunakan jimat. Termasuk
kerusakan pada masa sekarang ini adalah penggunaan jimat untuk mencegah atau
mengobati penyakit tertentu. Tidak sungkan-sungkan pula pemilik jimat tersebut akan
menawarkan jimatnya tersebut di koran-koran agar menghasilkan uang. Di
antaranya jimat dalam bentuk batu “mustika” atau cincin yang dapat mengeluarkan
sinar tertentu yang dapat menyembuhkan penyakit apa pun bentuknya. Hal ini
termasuk kesyirikan karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa
menggantungkan jimat (tamimah), maka dia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad.
Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no.
492).
Pengobatan
dengan Sesuatu yang Haram
Tidak boleh
pula seseorang berobat dengan menggunakan sesuatu yang haram, meskipun tidak
sampai derajat syirik. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya
Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan jangan berobat
dengan sesuatu yang haram” (HR. Thabrani. Dinilai hasanoleh
Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1633).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga
bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak menjadikan
kesembuhan kalian dalam sesuatu yang diharamkan-Nya”(HR. Bukhari).
Hadits-hadits ini beserta dalil yang lain semuanya tegas melarang berobat
dengan sesuatu yang haram.
Misalnya,
bentuk pengobatan dengan menggunakan air kencingnya sendiri. Air seni yang
diminum terutama air seni pertama kali yang dikeluarkan pada waktu pagi hari
setelah bangun tidur. Pengobatan seperti ini tidak boleh dilakukan. Karena air
seni adalah najis dan setiap barang najis pasti haram, maka air seni termasuk
ke dalam larangan ini. Begitu pula berobat dengan memakan binatang-binatang yang
haram dimakan.
Demikianlah
pembahasan yang dapat kami sampaikan, semoga pembahasan yang sedikit ini
bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah Ta’ala senantiasa
mengkaruniakan nikmat berupa ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih kepada
kita semua. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan
taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menjadi hamba-Nya yang
bersih tauhidnya dan jauh dari kesyirikan.
(Sumber:
muslim.or.id)
0 Komentar