Menjaga Kehormatan Sesama Muslim
Dari Abu
Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki! Janganlah
saling menipu! Janganlah saling membenci! Janganlah saling membelakangi! Dan
janganlah sebagian kalian menjual sesuatu di atas penjualan sebagian yang lain!
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara! Seorang Muslim adalah saudara
bagi Muslim yang lainnya. Tidak boleh ia menzhaliminya, tidak boleh
mengacuhkannya, tidak boleh berbohong kepadanya, dan tidak boleh
meremehkannya/merendahkannya. Takwa itu ada di sini”, -dan beliau menunjuk
ke dadanya tiga kali-. “Cukuplah seseorang dikatakan buruk/jahat, jika
ia menghina/merendahkan saudaranya yang Muslim. Setiap Muslim atas Muslim yang
lainnya, haram (menumpahkan) darahnya, haram (mengambil) hartanya (tanpa hak),
dan (mengganggu) harga dirinya/kehormatannya”. Diriwayatkan oleh Muslim.[1]
PENJELASAN
HADITS
1-
Sabdanya “Janganlah kalian saling
mendengki! Janganlah saling menipu! Janganlah saling membenci! Janganlah saling
membelakangi! Dan janganlah sebagian kalian menjual sesuatu yang (akan) dijual
sebagian yang lain!“.
Al-Hasad (dengki) dapat terjadi pada perkara dunia
maupun akherat. Dan termasuk ke dalam perbuatan hasad, adalah
bencinya seorang pendengki terhadap kenikmatan yang Allah berikan kepada orang
lain. Dan termasuk pula; keinginan seseorang agar kenikmatan tersebut hilang
lenyap dari orang lain. Sama saja ia berharap agar kenikmatan tersebut berpidah
kepadanya atau pun tidak.
Adapun jika
seseorang berkeinginan untuk mendapatkan kenikmatan seperti apa yang Allah
berikan kenikamatan tersebut kepada orang lain, tanpa ia membenci jika
kenikmatan tersebut juga terdapat pada orang lain, dan tanpa berharap agar
kenikmatan tersebut hilang dari orang lain tersebut, maka ini disebut ghibthah,
dan bukan merupakan hasad iri dengki yang tercela. [2]
An-Najsyu, artinya; seseorang menaik-naikkan harga
sebuah barang tatkala sedang berlangsung tawar-menawar barang tersebut,
sedangkan dia sama sekali tidak berniat untuk membelinya. Ia hanya ingin
memberikan manfaat kepada si penjual, atau semata-mata ingin memadharratkan
si pembeli dengan menambah harga barang tersebut.
At-Tabaghudh artinya melakukan sesab-sebab yang dapat
menimbulkan dan memicu api kebencian (permusuhan).
At-Tadaabur artinya saling memutuskan (hubungan) dan saling
menghajr(mengisolir/memboikot). Dengan demikian, seseorang tidak lagi
senang jika bertemu dengan saudaranya. Bahkan yang terjadi adalah saling
memberikan punggung (membelakangi) dengan sebab kebencian yang terjadi pada
keduanya.
Dan arti menjual
sesuatu di atas penjualan orang lain, adalah; terjadinya jual beli antara si
penjual dan pembeli, sedangkan mereka berdua masih dalam waktu tawar-menawar,
kemudian datanglah penjual yang lain kepada si pembeli, seraya berkata,
“Sudahlah! (Sekarang) kamu tinggalkan barang ini! Saya punya barang yang serupa
atau bahkan lebih bagus, saya jual kepada kamu dengan harga yang lebih murah”.
Dan perbuatan ini jelas menyebabkan kebencian.
2-
Sabdanya, “Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara! Seorang
Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lainnya. Tidak boleh ia menzhaliminya,
tidak boleh mengacuhkannya, tidak boleh berbohong kepadanya, dan tidak boleh
meremehkannya/merendahkannya. Takwa itu ada disini”, -dan beliau
menunjuk ke dadanya tiga kali-. “Cukuplah seseorang dikatakan buruk/
jahat, jika ia menghina/ merendahkan saudaranya yang Muslim…”.
Setelah beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang beberapa perkara yang diharamkan, yang di
antaranya adalah saling membenci antara sesama muslim dan melakukan sesab-sebab
yang dapat menimbulkan dan memicu api kebencian (permusuhan), beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan petunjuk kepada kaum muslimin agar mereka
mau melakukannya. Yaitu, agar mereka menjadi hamba-hamba Allah yang saling
bersaudara dan saling mencintai dan menyayangi. Saling berlemah-lembut dan
berbuat baik, dengan cara memberikan hal bermanfaat dan mencegah dari hal-hal
yang bermadharrat. Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan
dengan sabdanya “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lainnya…”.
Yang maksudnya, bahwa konsekwensi persaudaraan adalah dengan cara mencintai
untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri. Dan ia
membenci jika suatu musibah menimpa saudaranya sebagaimana ia pun membenci jika
musibah menimpa dirinya. Dengan demikian, ia tidak boleh menzhalimi
saudaranya dengan melanggar hak-haknya, atau dengan memberikan madharrat kepadanya.
Demikian pula ia tidak boleh mengacuhkannya, terlebih lagi tatkala ia
membutuhkan pertolongannya, sedangkan dia mampu untuk menolongnya. Juga tidak
boleh berbicara dusta kepadanya. Tidak pula meremehkannya, baik dengan cara
menghinanya atau merendahkannya. Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan buruknya perbuatan seorang Muslim yang
meremehkan saudaranya Muslim, dengan sabdanya “Cukuplah seseorang
dikatakan buruk/ jahat, jika ia menghina/merendahkan saudaranya yang Muslim“,
maksudnya, cukuplah seseorang disifati buruk/ jahat, meskipun ia tidak memiliki
sifat buruk lainnya kecuali hal tersebut (yakni; meremehkan saudaranya Muslim).
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan
dengan sabdanya “Takwa itu ada di sini“, dan beliau menunjukkan
ke dadanya tiga kali, maksudnya takwa itu di hati. Beliau ingin menjelaskan
bahwa yang dianggap dari seseorang adalah apa-apa yang ada di hatinya, berupa
keimanan dan ketakwaan. Dan mungkin saja orang yang dihina dan diremehkan
tersebut hatinya dipenuhi dengan ketakwaan. Dengan demikian, orang yang
menghina dan meremehkan tersebut yang hatinya tidak baik.
Adapun perkataan
sebagian orang yang melakukan kemaksiatan secara terang-terangan, kemudian ada
yang menegurnya, dan pelaku maksiat tersebut malah berkata sambil menunjukkan
ke dadanya “Takwa itu ada di sini“, maka perkataannya (harus)
dibantah (demikian):
Sesungguhnya
ketakwaan itu, jika memang telah bersarang di dalam hati, maka akan tampak
dampaknya dan terefleksikan pada anggota tubuh. Dengan terlihat padanya istiqamah(kelurusan
perbuatan) dan tidak bermaksiat. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga telah bersabda “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh
manusia terdapat segumpal daging, bila ia baik niscaya seluruh jasadnya akan
baik, dan bila ia rusak, niscaya seluruh jasadnya akan rusak pula. Ketahuilah
bahwa segumpal daging itu ialah hati (jantung)“. Dan Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam juga telah bersabda,
Sesungguhnya
Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat hati dan
amalan kalian.
Diriwayatkan oleh
Muslim (2564). Dan telah terdapat perkataan sebagian salaf,
“Bukanlah iman itu dengan hanya berangan-angan dan berhias-hias diri, akan
tetapi iman itu adalah sesuatu yang bertengger dalam hati dan direalisasikan
dengan amalan”.
3-
Sabdanya “Setiap Muslim atas Muslim yang lainnya, haram (menumpahkan)
darahnya, haram (mengambil) hartanya (tanpa hak), dan (mengganggu) harga
dirinya/kehormatannya“.
Melanggar jiwa
seorang muslim dengan cara membunuhnya atau menyakitinya hukumnya haram. Demikian
pula haram hukumnya melanggar hartanya, baik dengan cara mencuri, atau merampas
hartanya. Adapun melanggar kehormatan seorang muslim, adalah dengan mencelanya,
menghinanya, mengghibahinya, mengadu dombanya, dan yang sejenisnya. Dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menegaskan
keharaman ketiga hal di atas di saat haji wada’. Beliau menyamakan
keharamannya seperti keharaman tempat dan waktu. Beliaushallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian telah diharamkan atas kalian
(untuk dilanggar), seperti haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian
(Dzulhijjah) ini, di negeri kalian (Mekkah) ini.
4- Pelajaran dan faidah hadits:
Haramnya
saling berbuat hasad, menipu, menjual di atas penjualan orang lain, dan demikian
pula membeli di atas pembelian orang lain. Dan segala yang dapat menyebabkan
permusuhan dan kebencian di antara sesama kaum muslimin.
Larangan
melakukan sebab-sebab yang dapat menimbulkan kebencian. Demikian pula segala
sesuatu yang dapat menimbulkan pemutusan hubungan dan pemboikotan di antara
sesama kaum muslimin.
Anjuran
kepada seluruh kaum muslimin agar mereka saling memiliki rasa persaudaraan dan
saling menyayangi dan mencintai.
Persaudaraan
di antara kaum muslimin, konsekwensi dan realisasinya adalah memberikan segala
bentuk kebaikan, dan menghalangi mereka dari segala bentuk mara bahaya yang
dapat menimpa mereka.
Haram
atas setiap muslim untuk menzhalimi, mengacuhkan, merendahkan, dan berkata
dusta kepada saudaranya.
Bahayanya
merendahkan, menghina, dan mencemooh seorang muslim. Dan perbuatan ini cukup
sebagai bukti akan buruknya pelaku hal tersebut, walaupun ia tidak memiliki
sifat buruk selainnya.
Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdillah Arief
Budiman bin Usman Rozali, Lc. dari kitab Fat-hul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba’in wa Tatimmatul Khamsin,
karya Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad al Badr -hafizhahullah-, cetakan Daar Ibnul Qayyim & Daar Ibnu
‘Affan, Dammam, KSA, Cet. I, Th. 1424 H/ 2003 M. Hadits ke-35, halaman 118
sampai 121. [Redaksi]
Artikel www.salafiyunpad.wordpress.com
[1] HR Muslim
(2564).
[2] Sebagaimana
hadits dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- dalam Shahih
Al-Bukhari (5026), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidak boleh
hasad kecuali pada dua perkara; seseorang yang Allah ajarkan kepadanya
Al-Qur’an, lalu ia membacanya siang malam, kemudian tetangganya mendengarnya
seraya berkata, “Seandainya aku diberikan (oleh Allah) seperti apa-apa yang
diberikan kepada fulan tersebut, sehingga aku (dapat) mengamalkan seperti apa
yang ia amalkan”. Dan seseorang yang Allah berikan harta kepadanya, lalu ia pun
menghabiskan hartanya tersebut untuk jalan al-haq (kebenaran), kemudian
seseorang yang lain berkata, “Seandainya aku diberikan (oleh Allah) seperti
apa-apa yang diberikan kepada fulan tersebut, sehingga aku (dapat) mengamalkan
seperti apa yang ia amalkan”. (Pent).
0 Komentar