Mengenal Dan Mencintai Allah - Ustadz Abdullah Saleh Hadrami
Abdullah Shaleh Hadrami - Mengenal dan Mencintai Allah
Powered by mp3skull.com
Powered by mp3skull.com
Sudahkah Kita
Mengenal dan Mencintai Allah ?
Tak
kenal maka tak sayang, demikian bunyi pepatah. Banyak orang mengaku mengenal
Allah, tapi mereka tidak cinta kepada Allah. Buktinya, mereka
banyak melanggar perintah dan larangan Allah. Sebabnya, ternyata mereka tidak mengenal Allah dengan
sebenarnya. Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah bukan sesuatu
yang asing. Bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang demikian itu
dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal pencipta kita?
Bukankah kita telah mengakui itu semua?
Kalau mengenal Allah sebatas di masjid, di majelis dzikir, atau di majelis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.
Kalau mengenal Allah sebatas di masjid, di majelis dzikir, atau di majelis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.
Yang
dimaksud dalam pembahasan ini yaitu mengenal Allah yang akan membuahkan rasa
takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya
kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi
segala apa yang dilarang oleh-Nya. Yang akan
menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup,
mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani
menghadapi segala macam problema hidup.
Faktanya,
banyak yang mengaku mengenal Allah tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya
siang dan malam. Lalu apa manfaat kita mengenal Allah kalau keadaannya
demikian? Dan apa artinya kita mengenal Allah sementara kita melanggar perintah
dan larangan-Nya?
Maka dari itu mari kita menyimak pembahasan tentang masalah ini, agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan bisa memetik buahnya dalam wujud amal.
Maka dari itu mari kita menyimak pembahasan tentang masalah ini, agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan bisa memetik buahnya dalam wujud amal.
Mengenal Allah ada empat cara yaitu
mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan
mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.
Keempat cara ini telah disebutkan Allah
di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah baik global maupun terperinci.
Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal
29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al
Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang
kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti
dalam firman-Nya: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat
(tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)
Juga dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di
lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah:
164)
Mengenal
Wujud Allah.
Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.
Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.
Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan
Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan
menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin
ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita
melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah
mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di
dalam Al Qur’an: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman ): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Tuhan
kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada
hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan:
‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu
sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173)
Ayat ini merupakan dalil yang sangat
jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa
manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita
menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat
bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang
Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih
Al ‘Utsaimin hal 41-45)
Mengenal
Rububiyah Allah
Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)
Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)
Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah
Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan
segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur,
penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan
kekuasaan tunggal bagi Allah.
Dari sini, seorang mukmin harus meyakini
bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah
mengatakan: “’Katakanlah!’
Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala
sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan-Nya.” (QS. Al
Ikhlash: 1-4)
Maka ketika seseorang meyakini bahwa
selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas,
berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan
selain-Nya.
Dalam masalah rububiyah Allah sebagian
orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa
yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini
bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang
demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah
mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat
apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?
Allah telah menceritakan di dalam Al
Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:
“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )
“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )
Kedua, agar mereka memberikan syafa’at
(pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:
“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)
“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)
Keyakinan sebagian orang kafir terhadap
tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:
“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.”(QS. Al Ankabut: 63)
“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.”(QS. Al Ankabut: 63)
Demikianlah Allah menjelaskan tentang
keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang
demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan
halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan
melawan mereka.
Makanya,
jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita
sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak
mudharat dan mendatangkan mamfa’at, meluluskan dalam ujian, memberikan
keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga, mereka harus
berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, atau kuburan
para wali, atau di tempat-tempat keramat.
Mereka harus pula mendatangi para dukun,
tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua
perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk
kesyirikan kepada Allah.
Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi
rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya,
memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan
seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan
seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan
jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta
kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.
Mengenal
Uluhiyah Allah
Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada
selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering
diistilahkan dengan syirik kepada Allah.
Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)
Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau: “Dan apabila kamu minta maka
mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada
Allah.”(HR. Tirmidzi)
Allah berfirman:
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)
Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)
“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)
Dengan ayat-ayat dan hadits di atas,
Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang
untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu
hanyalah milik Allah semata.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda: “Allah
berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya
kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah
kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah
menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang
rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” ( HR. Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu )
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda: “Allah
berfirman dalam hadits qudsi: “Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka
barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan
selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu )
Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah
Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa
terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang
wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya.
Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa
melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika
tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan
bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari
musibah seperti keluar dari lilitan hutang.
Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan
adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan
berburuk sangka terhadap Allah.”
Mengenal
Nama-nama dan Sifat-sifat Allah
Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:
Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:
“Dan
Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)
“Dan
Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)
Dalam hal ini, kita harus beriman kepada
nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan
Rasul-Nya dan tidak menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafi’i meletakkan
kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai
berikut: “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan
sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan
apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh
Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin hal 36)
Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan
nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya,
maka kita telah berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu. Tentu yang demikian
itu diharamkan dan dibenci dalam agama. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33)
“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33)
“Dan
janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta
pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)
Wallahu ‘alam
Sumber: www.mediamuslim.info
Sumber: www.mediamuslim.info
0 Komentar